Menangis mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita, apalagi para wanita tangis adalah senjata ampuh untuk melumpuhkan laki-laki , saat ada pertengkaran kita nangis, saat denger lagu sedih kita nangis, saat liat film atau sinetron sedih kita juga nangis. Air mata yang mengalir adalah ungkapan rasa tentang sebuah kesedihan, dan juga rasa empati, atau mungkin juga rasa tak menerima satu keputusan. Itu hal yang manusiawi saja.
Namun pernahkah kita ingat Sudah berapa lama mata ini tidak pernah lezat menangis karena Allah Subhanahu wa Ta’ala , sudah berapa lamakah sajadah kita belum mampu menjadi saksi air mata kita? Sudah berapa lamakah mukena kita belum ditetesi air mata? Airmata penyesalan,? air mata taubat?, air mata istighfar?
Lupakah kita ungkapan dari kekasih kita Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam : Ada dua mata yang tidak tersentuh oleh api neraka , yaitu : Mata yang menangis karena takut kepada Allah dan Mata yang selalu berjaga pada fii sabilillah (di jalan Allah ) H.R Imam Turmudzy Kitab Riyadhus Sholihin
Kapankah menangis karena Allah? Menangisi dosa-dosa kita? Menangisi kelemahan kita di hadapan Allah?
Tangis adalah rahmat dariNya. Tangisan karena takut kepada Allah adalah ibadah dan kerendahan hati. Pengakuan terhadap segala dosa dan kesalahan, merupakan pendekatan teragung kepadaNya. Marilah kita lihat diri kita sendiri , apakah mata kita termasuk mata yang kelak tidak akan disentuh oleh api neraka ? ataukah airmata yang kita keluarkan malah hanya akan tersia sia, terbuang tiada arti? Malah hanya membawa kita kepada kelalaian kepadaNya. Kita tidak bisa tiba-tiba menangis karena Allah begitu saja, kita tidak bisa merencanakan tangisan ini, kita tidak bisa menangis sesuai keinginan kita. Akan tetapi tangisan ini, timbul karena takut kepada Allah, bergetar hatinya karena nama Allah disebut dan berguncang jiwanya ketika mengingat maksiat dan dosa yang ia lakukan, oleh karena itu inilah tangisan keimanan, tangisan kebahagiaan dan tangisan hanifnya jiwa.
Takut kepada Allah bisa membersihkan hati dan memadamkan syahwat, menjadikan kita hamba yang zuhud terhadap dunia dengan segala kefanaannya, lidah yang takut kepada Allah akan terbiasa menyebut asmaNya dan akan terhindar dari ghibah, hinaan, cacian, sumpah serapah.
Takut dan tangis adalah pasangan yang tak bisa berpisah, yaitu takutnya seorang hamba kepada Tuhan nya bukan takut kepada dunia dan sesame manusia.
Dan rasa takut kita kepada Allah pun dibayar oleh Allah, rasa takut tersebut tak akan tersia sia begitu saja, takut kepada manusia kita akan diinjak injak oleh manusia tersebut, takut kepada dunia kita diperbudak oleh dunia, namun takut kepada Allah kita diberi penghargaan, apa gerangan penghargaan tersebut?
وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ
Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga (QS, 55:46)
Pantas Allah menyentil kita sebanyak 31 dengan ungkapan "Fabiayyi Aalaaa irobbikumaa Tukadzdzibaan"
Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?
Karna rasa takut saja Allah beri kita hadiah Surga
Takut kepada Allah akan menyebabkan seorang muslim mengerjakan seluruh ibadah, dan rasa takut itulah salah satu penyebab diterimanya ibadah itu sendiri, dan tangisan dalam do’a adalah tangisan karna takut kepada Allah, dan ini juga adalah salah satu penyebab do’a terkabulkan, tangisan karna takut kepada memiliki kedudukan tinggi disisi Allah, yang tidak akan mencapai kedudukan ini kecuali hamba-hambaNya yang sholeh.
Bagaimana kita bisa bangga menisbatkan diri sebagai muslim yang beriman, tetapi kita tidak pernah merasa takut kepada Allah, air mata mengering, seolah-olah merasa aman dengan maksiat dan dosa yang kita lakukan, dengan entengnyanya kaki kita melangkah tanpa beban, dengan entengnya tangan ini mengayun mengiringi langkah kaki dengan senyum dibibir, muka yang sumringah bahkan dengan kesombongan menapaki kehidupan. Saat kita terlena oleh duniawi Kadang bahkan kita lupa bahwa hidup kita ini akan berakhir diliang lahat, tubuh yang sempurna ini akan hancur dimakan ulat dan cacing.
Kita sudah diingatkan oleh Rasulullah Beginilah ciri seorang yang beriman (mukmin) seharusnya :
إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ » . فَقَالَ بِهِ هَكَذَ
“Sesungguhnya seorang Mukmin itu melihat dosa-dosanya seolah-olah dia berada di kaki sebuah gunung, dia khawatir gunung itu akan menimpanya. Sebaliknya, orang yang durhaka melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya, dia mengusirnya dengan tangannya –begini–, maka lalat itu terbang”.H.R Attirmizhi
Tangis seorang mukmin itu adalah tangis yang berujung bahagia, bagaimana tidak? Karna dengan tangisan tersebut akan menghindarkan kita dari api neraka, siapa yang tidak bahagia terhindar dari neraka? “Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya.”
Dan dihadits lain Rasulullah berkata “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; …. dan seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis)
Karna itulah tangis takut karna Allah akan berhujung kebahagiaan.
Tangis disini juga bukan menangis karena terharu melihat atau mendengar kejadian menyedihkan atau terharu bahagia, bukan ini yang dimaksud menangis karena Allah dalam hadits, karena orang kafir dan munafik juga menangis, atau karena memang pembawaannya gampang menangis/melankolis.
Menangis seperti ini adalah fitrah manusia. “dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis” (An-Najm: 43)
Dan bukan juga menangis ramai-ramai sebagaimana acara muhasabah bersama (direncanakan acaranya), berkumpul bersama berdzikir kemudian menangis beramai-ramai. Karena bisa jadi tangisannya karena suasana dan menangis yang menular apalagi acaranya diiringi dengan lagu dan musik yang sendu.
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa tangisan ada 10 jenis, salah satunya beliau jelaskan, “Tangisan muwafaqaah, yaitu seseorang melihat manusia menangis karena suatu perkara, kemudian ia ikut menangis bersama mereka sedangkan ia tidak tahu mengapa ia menangis, ia melihat mereka menangis maka ia ikut menangis.”
Ketika ayat Al-Quran dibacakan dan ketika membaca perjuangan para Nabi dan Sahabat membela Islam kita sulit menangis dan tersentuh, akan tetapi ketika menonton film (notabenenya sandiwara) dan ketika membaca cerita fiktif kita menangis tersedu-sedu? Di mana keimanan kita?
Padahal kita tahu mereka hanyalah menangis yang berdusta dan berpura-pura, ini yang disebutkan oleh ulama sebagai Al-Buka’ Al-Kadzib ”tangisan palsu”,
Bukan hanya kita yang harus menangis karna takut kepada Allah, Rasul-Rasul Allah juga menangis karna takut kepada Allah, Malaikat juga menangis karna takut kepada Allah, dibanding Rasul siapalah kita?
Apa kita dihadapan Allah? Hanya insan berlumur dosa yang tak ada pantas pantasnya mengaku sebagai HambaNya, layaknya seorang hamba maka harus ada rasa takut kepada tuannya, tapi kita? Malah sebaliknya, kita lebih takut kepada bos kita dikantor, lebih takut kepada suami, lebih takut kepada teman.
Jika kita sulit menangis karna Allah ini adalah musibah besar yang banyak orang tidak tahu, pura-pura lupa bahkan tidak peduli. Ini sejatinya menunjukkan hatinya keras, tidak bisa tersentuh oleh kebaikan dan hanifnya iman. Ini karena banyaknya maksiat sehingga perlu segera berobat ke dokter hati yaitu ulama, dibawa ke pekuburan, mengelus kepala anak yatim.
Cukuplah hadits Rasulullah Muhammad Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam sebagai pengingat,
“Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis”.
Anas bin Malik radhiyallâhu’anhu mengatakan,
“Tidaklah ada satu hari pun yang lebih berat bagi para Sahabat selain hari itu. Mereka menutupi kepala mereka sambil menangis sesenggukan.”
Jika diri kita masih sulit menangis karna Allah, Maka tangisilah diri kita, tangisilah hati kita yang mungkin sudah mati dan tangisilah jiwa kita yang tidak bisa menampung sedikit saja tetesan keimanan, serta tangisilah mayat badan kita yang kita seret berjalan merajalela di muka bumi karena ia hakikatnya telah mati.
Semoga dengan menangisi diri kita, Allah berkenan membuka sedikit hidayah kemudian menancapkannya dan bertengger direlung hati hamba yang berjiwa hanif.
Ya Allah jadikanlah hati kami hati yang lembut, jadikanlah hati kami hati yang tunduk dan patuh padaMu, jadikahlah hati kami hati mampu bersyukur atas nikmat dan rizkiMu. Aamiin…
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Wallahu a’lam Bishawab
By : Ustadzah Irna
Edisi : Kamis, 29 September 2016
No comments:
Post a Comment