SURAT AN-NAS
BUNYI SURAT
بسم الله الرحمن الرحيم
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1) مَلِكِ النَّاسِ (2) إِلَهِ النَّاسِ (3) مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (4) الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (5) مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (6)
1. Katakanlah: "Aku berlindung kepada Rabb (Pencipta, Pemberi Rizki, Pemelihara) manusia. 2. Malik (Raja) manusia.
3. Ilah (Yang diibadahi) manusia.
4. Dari kejahatan si pembisik (setan) yang biasa bersembunyi.
5. Yang membisikkan (kejahatan) di dalam dada manusia.
6. Dari (golongan) jin dan manusia.
Surat An-Nas termasuk surat makiyah menurut pendapat yang lebih kuat, diturunkan beriringan setelah surat Al-Falaq. (At-Tahrir wa At-Tanwir, Muhammad At-Thahir bin ‘Asyur, 30/624, 631).
KEUTAMAAN
Disebutkan dalam beberapa hadits keutamaan surat Al-Falaq bersama dengan surat An-Nas dan Al-Ikhlash, diantaranya:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أُنْزِلَ، أَوْ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آيَاتٌ لَمْ يُرَ مِثْلُهُنَّ قَطُّ: الْمُعَوِّذَتَيْنِ»
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Telah diturunkan kepadaku ayat-ayat, tidak ada yang semisal dengannya: al-mu’awwidzatain. (HR. Muslim).
وَعَنْهُ قَالَ: أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ أَقْرَأَ بِالْمُعَوِّذَاتِ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ
Dari Uqbah bin ‘Amir ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan aku membaca al-mu’awwidzat SETIAP SELESAI SHALAT.
(HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai, dishahihkan oleh Al-Albani).
Al-Mu’awwidzatain adalah sebutan untuk surat Al-Falaq dan An-Nas, artinya dua surat perlindungan. Jika disebut mu’awwidzat, maka surat Al-Ikhlash masuk ke dalamnya.
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ: بَيْنَا أَنَا أَسِيْرُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بَيْنَ الْجُحْفَةِ وَالأَبْوَاءِ، إِذْ غَشِيَتْنَا رِيْحٌ وَظُلْمَةٌ شَدِيْدَةٌ، فَجَعَلَ رَسُوْلُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَتَعَوَّذُ بِـ {قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ} وَ {قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ} وَيَقُوْلُ: يَا عُقْبَةُ، تَعَوَّذْ بِهِمَا، فَمَا تَعَوَّذَ مُتَعَوِّذٌ بِمِثْلِهِمَا. قَالَ: وَسَمِعْتُهُ يَؤُمُّنَا بِهِمَا فِي الصَّلاَةِ
Dari Uqbah bin ‘Amir berkata:
Tatkala aku berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam antara Al-Juhfah dan Al-Abwa, kami dikelilingi oleh ANGIN dan CUACA GELAP yang dahsyat, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memohon perlindungan dengan Qul a’udzu birabbil falaq dan Qul a’udzu birabbinnas, dan beliau bersabda:
Wahai ‘Uqbah, berlindunglah dengan keduanya, tidak ada yang semisal keduanya yang dapat digunakan seseorang untuk memohon perlindungan.
Uqbah berkata:
Dan aku mendengarkan beliau mengimami kami dengan kedua surat itu di dalam shalat.
(HR. Abu Dawud dalam Sunannya, Syaikh Al-Albani & Syaikh Syuaib Al-Arnauth menilainya shahih).
Ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha menyebutkan:
كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ، ثُمَّ نَفَثَ فِيْهِمَا، فَقَرَأَ فِيْهِمَا ﴿ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴾ و﴿ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ﴾ و﴿ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ﴾، ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ، يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ، وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ، يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika MENUJU PEMBARINGAN nya setiap malam,
- beliau menghimpun kedua telapak tangannya,
- kemudian meniupkan kepadanya lalu membaca Qul huwaLlahu ahad, Qul a’udzu birabbil falaq, dan Qul a’udzu birabbinnas,
- kemudian beliau mengusap dengan kedua telapak tangannya seluruh bagian tubuh yang sanggup dijangkau, dimulai dari kepala dan wajahnya, serta bagian depan tubuhnya.
- Beliau melakukan hal itu tiga kali. (HR. Al-Bukhari).
Beliau juga berkata:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِـ(الْمُعَوِّذَاتِ) وَيَنْفُثُ، فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ، وَأَمْسَحُ بِيَدِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِهَا
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika merasakan SAKIT, beliau membaca al-mu’awwidzat untuk dirinya dan meniup, ketika sakitnya bertambah berat akulah yang membacakannya dan aku usapkan tangannya (ke tubuh beliau) mengharap keberkahan tangan beliau. (HR. Al-Bukhari & Muslim).
TEMA
Tema surat An-Nas adalah:
التَّحَصُّنُ وَالاِعْتِصَامُ بِاللهِ مِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَوَسْوَسَتِهِ
Berlindung dan berpegang teguh kepada Allah dari kejahatan setan dan bisikannya.
AYAT 1, 2 dan 3
BERLINDUNG KEPADA RABB AN-NAS, MALIK AN-NAS, ILAH AN-NAS
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ إِلَهِ النَّاسِ
Hanya Allah rabb, malik, dan ilah yang sebenarnya.
Sesuatu yang disifati dengan rabb (pemelihara dan pendidik) belum tentu adalah malik (raja), dan tidak semua raja berhak untuk dijadikan ilah (yang diibadahi), maka kata malik dan ilah di sini dalam tinjauan bahasa Arab berfungsi sebagai ‘athaf bayan’ bagi kata rabb.
Maksudnya bahwa kedudukan kata malik dan ilah di dalam kalimat ini adalah athaf (sejajar) dengan kata rabb, sekaligus mengandung bayan (penjelasan tambahan) baginya.
Kata “rabb” lebih tampak kesan kelembutan dan pemeliharaannya, sedangkan kata “malik” kesan kekuasaan dalam memerintah dan melarang lebih dominan. Sementara kata “ilah” untuk menjelaskan bahwa hanya rabb dan malik yang hakiki saja, hanya rabb dan malik yang tak terbatas pemeliharaan dan kekuasaannya saja yaitu Allah subhanahu wata’ala, yang berhak untuk diberikan peribadatan, ketundukan mutlak dan permohonan perlindungan.
Kata rabb mewakili sifat jamaliyah (keindahan) Allah subhanahu wata’ala, dan malik mewakili sifat jalaliyah (keagungan dan kewibawaan) Nya. Sedangkan kata ilah untuk menegaskan bahwa penggabungan sifat jamaliyah dan jalaliyah itu hanya milikNya sehingga hanya Dialah yang berhak diibadahi dan dimohonkan perlindunganNya.
Kata rabb, malik dan ilah ini disebutkan tanpa dipisahkan oleh huruf “waw” (dan) untuk menguatkan kesan kesatuan sifat-sifat ini pada Sang Pelindung yang menunjukkan kesempurnaanNya.
Kata an-nas (manusia) diulang tiga kali mengikuti ketiga sifat Allah tersebut - tidak menggunakan kata ganti - bertujuan:
* Menunjukkan kemuliaan manusia di sisi Allah dibanding makhluk yang lain.
* Menguatkan perasaan dekat manusia kepada Allah dengan ketiga sifatNya tersebut. Perasaan ini sangat dibutuhkan saat membaca surat dan doa perlindungan ini.
* Bahwa kejahatan yang akan disebutkan dalam surat ini hanya menimpa manusia sebagai mukallaf (yang ditugaskan beribadah) karena ia terkait dengan kejahatan yang merusak keimanan, bukan kejahatan fisik yang bisa menimpa semua makhluk.
(Lihat: Nazhm Ad-Durar, Al-Biqa’i, 22/424-428; Mafatih Al-Ghaib, Ar-Razi, 32/376; Fi Zhilal Al-Quran, Sayid Quthb, 6/4010).
Ketiga sifat Allah ini - rububiyah, mulkiyah dan uluhiyah - digunakan sekaligus untuk berlindung dari satu kejahatan saja. Hal ini menunjukkan betapa berbahayanya kejahatan yang satu ini.
Ayat 4
BERLINDUNG DARI KEJAHATAN SETAN DAN BISIKAN JAHATNYA
مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
Al-waswaas sebenarnya adalah isim (kata benda) yaitu bisikan jahat itu sendiri. (Mafatih Al-Ghaib, 32/377). Tetapi dalam hal ini difungsikan sebagai kata sifat yang menjadi julukan setan. Julukan ini disematkan untuk setan karena membisikkan keburukan adalah pekerjaan utamanya.
Di dalam bahasa Arab, penggunaan kata benda sebagai predikat atau julukan berguna untuk menunjukkan begitu melekatnya kata itu pada pihak yang mendapatkannya. Seperti ungkapan:
أَبُوْ بَكْرٍ هُوَ صِدْقٌ
Abu Bakar dialah kejujuran.
Untuk mengungkapkan kejujuran yang luar biasa pada diri Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, seolah-olah Abu Bakar adalah kejujuran itu sendiri.
Begitu pula setan yang dijuluki dengan al-waswaas atau bisikan jahat, seolah-olah setan adalah bisikan jahat itu sendiri karena melekatnya bisikan jahat itu sebagai perbuatan yang dilakukan setan untuk menyesatkan manusia.
Al-khannaas artinya yang bersembunyi dan mundur karena takut.
Ibnu Abbas radhiyallau ‘anhuma berkata:
الشَّيْطَانُ جَاثِمٌ عَلَى قَلْبِ ابْنِ آدَمَ، فَإِذَا سَهَا وَغَفَلَ وَسْوَسَ، فَإِذَا ذَكَرَ اللَّهُ خَنَسَ
Setan itu akan menempel hati anak Adam. Jika ia lupa dan lalai, setan akan berbisik. Bila ia mengingat Allah, setan bersembunyi dan mundur. (Tafsir Ibnu Katsir, 8/540; Az-Zuhd, Abu Dawud, hlm 295).
Begitulah tabiat pertarungan antara kebenaran dan kebatilan, saat para pendukung kebenaran kuat dan berpegang teguh kepada Allah, kebatilan akan mundur dan bersembunyi. Tetapi ketika para pendukung kebenaran melemah karena jumlahnya sedikit, atau banyak jumlahnya tapi lupa dengan misi mereka menegakkan kalimat Allah dan lalai dari mengingatNya, maka para pendukung kebatilan muncul dan menyebarkan bisikan sesatnya.
Dengan menyebut ketiga sifat Allah, kita berlindung kepadaNya dari kejahatan setan secara umum, dan dari bisikan jahatnya secara khusus.
Allah subhanahu wata’ala memberi julukan setan dengan julukan yang menggambarkan pekerjaannya yang paling membahayakan manusia yaitu memasukkan bisikan jahat berupa lintasan hati yang buruk.
Lintasan hati yang buruk adalah awal dari semua kemaksiatan dan kejahatan. Jika dibiarkan ia akan berubah menjadi ide, ide berkembang menjadi keinginan, keinginan yang semakin kuat akan menjelma menjadi tekad yang kemudian diwujudkan menjadi perbuatan maksiat. Perbuatan maksiat jika terus menerus dilakukan akan menjadi kebiasaan dan akhirnya sulit untuk bertaubat darinya. Na’udzu billahi min dzaalik.
Ayat 5
BISIKAN SETAN DI DALAM DADA MANUSIA
الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ
Setan membisikkan kejahatan di dalam dada manusia dengan menghiasi keburukan agar terlihat baik, dan menimbulkan keinginan untuk melakukannya. Sebaliknya setan membuat kebaikan tampak buruk dan melemahkan keinginan untuk melakukannya.
Seperti cerita burung Hudhud kepada Nabi Sulaiman alaihissalam tentang Ratu Balqis dan rakyat Saba:
وَجَدْتُهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُونَ لِلشَّمْسِ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ فَهُمْ لَا يَهْتَدُونَ
Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, bukan Allah; dan setan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan Allah, sehingga mereka tidak mendapat petunjuk. (QS. An-Naml: 24)
Bisikan setan diarahkan ke dalam hati, tetapi ayat ini menyebutkan bahwa bisikan itu terjadi di dalam dada.
Hal ini merupakan isyarat bahwa penjagaan dan perlindungan yang kita mohonkan kepada Allah mencakup perlindungan hati dan sekelilingnya yakni dada.
Seperti jika kita ingin melindungi rumah kita dari pencuri, yang terbaik adalah memberi penjagaan sampai di pagar sekeliling, tidak hanya di bangunan rumah.
Ayat 6
SETAN ITU DARI BANGSA JIN DAN JUGA MANUSIA
مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
Al-waswas meliputi setan dari bangsa jin yang memasukkan lintasan-lintasan buruk ke dalam hati manusia, juga termasuk setan dari bangsa manusia yaitu para perancang makar dan konspirasi yang melakukan pembicaraan rahasia untuk meyesatkan orang lain sebanyak-banyaknya dari jalan yang benar dan menyusun rencana jahat untuk menggoncang keteguhan para pejuang kebenaran. (At-Tahrir wa At-Tanwir, 30/633).
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ. وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوا مَا هُمْ مُقْتَرِفُونَ
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan dari jenis manusia dan jenis jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. Dan agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (setan) kerjakan. (QS. Al-An’am: 112-113).
HUBUNGAN SURAT AL-FALAQ DENGAN AN-NAS
1. Sama-sama diawali dengan perintah “Qul”katakanlah.
2. Sama-sama sebagai doa perlindungan dengan lafazh “a’uudzu” aku berlindung, dan keduanya dinamakan mu’awwidzatain (dua surat perlindungan).
3. Surat Al-Falaq lebih mengandung perlindungan dari kejahatan yang membahayakan jasmani yaitu kejahatan malam dari orang fasik, dari penyihir, dan pendengki. Sedangkan surat An-Nas berisi perlindungan dari kejahatan ruhani yang berdampak pada agama dan keimanan.
4. Di dalam surat Al-Falaq kita berlindung kepada Allah menggunakan satu sifatNya saja yaitu Rabb, dari tiga kejahatan: kejahatan di waktu malam, penyihir, dan pendengki.
Sedangkan di surat An-Nas adalah kebalikannya, kita berlindung kepada Allah menggunakan tiga sifatNya, Rabb, Malik, dan Ilah sekaligus, dari satu kejahatan saja yaitu bisikan setan.
Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan iman dan agama disebabkan bisikan setan jauh lebih berbahaya dari pada penyakit fisik duniawi yang disebabkan oleh kejahatan pelaku kriminal, tukang sihir dan pendengki. (Lihat Mafatih Al-Ghaib, 32/378).
Dengan kata lain, surat Al-Falaq mengajarkan kita perlindungan dari bahaya kejahatan dan kemaksiatan yang dilakukan orang lain, sementara surat An-Nas mengajarkan perlindungan agar kita tidak menjadi pelaku kejahatan dan kemaksiatan.
والله أعلم بالصواب
Sumber:
www.slametsetiawan.com
By : Ustadz Wawan
Edisi : Kamis, 6 Oktober 2016
No comments:
Post a Comment