
Jalan Dakwah yang Menentramkan
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (Q.S. Ali Imran [3]: 110)
Dakwah merupakan medan yang luas dan berliku. Medan yang perlu tata cara dan bekal yang mumpuni untuk menjalaninya. Umat Islam, sebagai umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia mempunyai misi yang cukup berat, yaitu yang selalu menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah.
Untuk mengemban misi tersebut, Allah Swt., telah membekali umat dengan tata cara dakwah yang bisa diaplikasikan pada setiap zaman. Hal tersebut telah Allah ajarkan dalam firman-Nya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (Q.S. An-Nahl [16]:125)
Dalam ayat tersebut terdapat 3 metodologi dakwah yang bisa dilakukan oleh setiap umat muslim yaitu dakwah dengan hikmah, dahkwah dengan pengajaran yang baik dan bantahlah (bagi yang menolak) dengan cara yang baik. Itulah tiga cara berdakwah yang hendaknya ditempuh dalam menghadapi manusia yang beraneka ragam peringkat dan kecenderungannya.
Pertama: Dakwah dengan Hikmah
Kata (Øكمة) hikmah antara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah pengetahuan atau tindakan yang bebas dari kesalahan atau kekeliruan. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar serta menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang besar atau lebih besar. (Shihab, 2011)
Selain itu, dijelaskan juga oleh Ibnu Jarir bahwa dakwah dengan hikmah merupakan dakwah berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunah serta pelajaran yang baik yang ‘waspada terhadap siksa Allah Swt.
Setressing point dari penjelasan sebelumnya adalah pentingnya pengetahuan atau tindakan yang baik dalam berdakwah. Dimana keduanya berjalan bersamaan dan memberikan input yang nyata bagi umat yang kita bimbing. Sebagai contoh, kita akan berdakwah mengenai zakat, maka hal pertama yang harus kita miliki adalah ilmu mengenai zakat sekaligus kita pun sudah melakukan zakat sebagai contoh yang baik bagi umat.
Selain itu, disebabkan kultur masyarakat kita yang lebih banyak meminta hukum agama ketika berdakwah, maka bagi seorang dai harus mempunyai bekal syarat sebagai seorang mujtahid yaitu: mengetahui Al-Qur’an dan Sunah Rasul, mengetahui bahasa arab, mengetahui ushul fiqh, maqashid syariah, mengenal manusia serta kehidupan sekitarnya, bersifat adil dan taqwa, mengetahui ilmu ushuluddin, mengetahui ilmu mantiq, mengetahui cabang-cabang fiqih dan tempat ijma. (Qhardhawi)
Metode ini cocok untuk dakwah terhadap para cendikiawan yang memiliki intelektual tinggi sehigga kita diperintahkan untuk menyampaikan dakwah dengan hikmah, yakni berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka.
Kedua: Pelajaran yang Baik
Poin kedua ini merupakan point bagaimana cara berdakwah kepada kaum awam dimana kita diperintahkan untuk menerapkan mau’izhah, yakni memberikan nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan mereka yang sederhana.
Dalam arti kata Mau’izhah adalah uraian yang menyentuh hati yang mengantar kebaikan yang baru dapat mengena hati sasaran bila apa yang disampaikan itu disertai dengan pengamalan dan keteladanan dari yang menyampaikannya. Hal inilah yang bersifat hasanah. Kalau tidak demikian, maka sebaliknya, yakni yang bersifat buruk, dan ini yang seharusnya dihindari.
Dalam menyampaikan pelajaran yang baik inilah sangat penting sekali dasar keluhuran akhlak, keluwesan jiwa dan kejernihan fikiran untuk membawa umat menuju tatanan yang diridhai oleh Allah. Selain itu, yang paling utama adalah keikhlasan dan kesabaran akan setiap tantangan dalam menyampaikan pelajaran yang baik itu sendiri di masyarakat.
Ketiga: Diskusi secara Baik
Kata جادلهم)) jadilhum terambil dari kata (جدال) jidal yang bermakna diskusi atau bukti-bukti yang mematahkan alasan atau dalih mitra diskusi dan menjadikannya tidak dapat bertahan, baik yang dipaparkan itu diterima oleh semua orang maupun hanya oleh mitra bicara. (Shihab, 2011)
Dalam ayat diatas kita diperintahkan untuk berdiskusi dengan ahlul kitab dengan tutur kata yang baik sebagaimana Rasulullah dengan kafir quraisy, Musa dan Harun dengan Firaun diperintahkan oleh Allah untuk berdiskusi dengan tutur kata yang baik dan lemah lembut.
Jidal sendiri memiliki beberapa tingkatan seerti, Pertama, jidal buruk yakni “yang disampaikan dengan kasar, yang mengundang kemarahan lawan, serta yang menggunakan dalih-dalih yang tidak benar.” Kedua, jidal baik yakni “yang disampaikan dengan sopan serta menggunakan dalil-dalil atau dalih walau hanya yang diakui oleh lawan.” Ketiga, jidal terbaik yakni “yang disampaikan dengan baik dan dengan argumen yang benar lagi membungkam lawan.”
Tingkatan ketigalah yang diperintahkan Allah untuk kita lakukan dalam berdakwah. Dengan jidal yang baik maka orang lain akan paham tanpa merasa digurui. Mereka akan menerima tanpa rasa sakit hati. Malah meraka akan mendapatkan pemahaman yang menyeluruh atas penjelasan kita mengenani Islam. Hal inilah yang sekarang mulai tergerus pada dai-dai kita.
Penutup
Tidak dapat dipungkiri bahwa Rasulullah saw., melakukan ketiga metode di atas. Dengan catatan bahwa ketiga metode diatas tidak hanya bermuara persektor, karena bisa saja cendikiawan tersentuh dengan mauidzah hasanah (pelajaran yang baik), orang awam menjadi paham dengan diskusi yang baik dan orang non-muslim jadi masuk Islam karena dakwah dengan hikmah. Wallahu’alam bishawab.
By : Ustadz Dudi
Edisi : Selasa, 1 Oktober 2016
No comments:
Post a Comment