KEDUDUKAN FILASAFAT/FALASIFAH/ILMU KALAM DLM AJARAN ISLAM - FKDI Indonesia

Thursday, September 14, 2017

KEDUDUKAN FILASAFAT/FALASIFAH/ILMU KALAM DLM AJARAN ISLAM

ilustrasi dari google

KEDUDUKAN FILASAFAT/FALASIFAH/ILMU KALAM DLM AJARAN ISLAM

====================

Ilmu kalam dalam ungkapan lain adalah ilmu filsafat ia induk dari segala ilmu yang terlahir dari hasil olahan produk akal manusia

Seringkali kali juga disebut ilmu falasifah dalam bahasa arab.

Diantara tokoh-tokohnya aris toteles, socrates, plato, yang rata-rata berkebangsaan yunani athena atau sparta.

Dan masih banyak tokoh-tokoh falasifah atau filsafat lainnya.

Ilmu kalam/palasifah itu berpemahaman segal a sesuatu bertolak dari pikiran manusia dan akal adalah dasar dari seluruh hajat hidup manusia dalam berkembang biak, membangun peradaban, dan kemajuan-kemajuan tekhnologi

Ilmu ini berkembang pesat dkalangan akademika dan berhasil menjadi mata pelajaran hingga dijadikan pengkhususan dengan istilah FAKULTAS FILSAFAT, LBH DARI ITU BERHASIL MENEMBUS DUNIA ISLAM SHG DJUMPAI DLM SBUAH UNIVERSITAS ADA FAKULTAS FILSAFAT ISLAM YANG MEMBAHAS TENTANG THEOLOGI ATAU KEYAKINAN BERDASARKAN AKAL SEMATA

Muncullah kemudian nama-nama tokoh filsafat islam sepeti (averus atau ibnu rusydi, ibnu sina, dsb).

Mereka berusaha merumuskan dasar-dasar manusia hidup dengan akal-akalnya hingga muncul sebuah ungkapan trend dikalangan mereka AKU HIDUP KARENA BERFIKIR.

penjelajahan atau exspansi ilmu filsafat atau ilmu kalam ternyata menerobos ruang2 aqidah tauhid yg sdh dbangun oleh nabi sejak dahulu, org tdk masuk scr murni sja ia sdh berusaha memposisikan diri sbg pengatur hidup, lbh2 masuk ke dlm ruang aqidah wat tauhidullaah dn mengadakan pembaharuan2 yg sdh dbangun sejak jaman nabi

Diantara pemikiran2 ahli filsafat ttg hakikat kehidupan dunia akhirat, dan existensi manusia, sbb :

1. Aku ada krn aku berfikir.

2. Tuhan itu pernah tdk jadi tuhan.

3. Dlm tubuh yg sehat terdapat jiwa yg sehat

 Ketidaksukaan imam syafi'i kpd ahlul kalam/falasifah

Imam Syafi’i dikenal tegas menjaga Sunah Rasulullah saw dari penyimpangan. Salah satu wujudnya ialah memerangi ahli kalam. Sikap beliau terhadap ilmu kalam dan siapa pun yang mempelajarinya sangatlah tegas. Beliau selalu menjelaskan kepada manusia tentang bahayanya ilmu tersebut dan orang-orang yang mempelajarinya.

Ulama fikih yang hidup pada masa Tabiut Tabiin tersebut juga menganjurkan kepada kaum muslimin untuk menjauhi mereka dan tidak melayani mereka untuk beradu argumen.

“Seandainya manusia mengetahui tentang apa yang ada di balik ilmu kalam, pasti mereka akan lari darinya sebagaimana mereka lari dari singa,”

 ungkap warisan umat yang bernama lengkap Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ Al-Qurasy Al-Muthaliby Al-Maky Al-Ghozy.

Suatu ketika seorang ahli kalam datang kepada Imam Asy-Syafi’i rahimahullah dan bertanya mengenai tauhid dan ilmu kalam. Di hadapan beliau, ia berkata, “Terbesit di benakku permasalahan tauhid dan aku tahu tidak ada seorang pun yang dapat menjawabnya kecuali engkau, sekarang apa pendapatmu (tentang hal yang gaib)?”

Imam Asa-Syafi’i rahimahullah balik bertanya kepadanya, “Tahukah kamu di mana kamu berada?”


“Tidak.”

“Inilah tempat Allah menenggelamkan Fir’aun. Apakah kamu pernah mendengar bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihii Wasallam memerintahkanmu untuk menanyakan hal ini?”

“Tidak.”

“Apakah para sahabat pernah membicarakan hal ini?”

“Tidak.”

“Tahukah kamu berapa jumlah bintang-bintang?”

“Tidak.”

“Tahukah kamu dari apa bintang diciptakan?”

“Tidak.”

“Sesuatu yang dengan jelas dapat kamu lihat dengan kedua matamu, engkau tidak ketahui seluruhnya, lalu mengapa engkau membicarakan ilmu-Nya yang Dia adalah pencipta semua makhluk itu?”

Kemudian Imam Asy-Syafi’i rahimahullah bertanya tentang wudlu, dan ahli kalam itu tidak bisa menjawabnya dengan benar. Beliau bertanya empat hal kepadanya dan tidak satu pun jawaban yang benar. Kemudian Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Permasalahan yang kamu hadapi sehari lima kali, kamu tidak mengetahui ilmunya, tetapi kamu masih membebani otakmu dengan ilmu kalam. Menurutku jika kamu menghadapi sebuah permasalahan yang rumit, kembalilah kepada Allah dan apa yang ada di Al-Qur’an, yaitu firman Allah:

“Dan Ilah kamu adalah Ilah Yang Maha Esa; Tidak ada Ilah yang berhak disembah melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (Al-Baqarah: 163-164)

Hal ini merupakan dalil adanya pencipta, dan jangan sekali-kali engkau memaksakan keterbatasan akalmu untuk memikirkan sifat Dzat Allah.”

Al-Muzany berkata, “Aku bertanya kepada Imam Asy-Syafi’i rahimahullah tentang masalah kalam, maka beliau berkata:

“Bertanyalah kepadaku tentang suatu dan bila aku salah menjawabnya, maka kamu akan berkata, ‘kamu salah.’ Dan janganlah kamu bertanya kepadaku tentang suatu yang jika aku salah menjawabnya, kamu akan berkata, ‘kamu telah kafir’.”

Di samping larangan beliau untuk mempelajari ilmu kalam dan bergaul dengan orang-orang yang mempelajarinya, Imam Asy-Syafi’i rahimahullah selalu mengajak kaum  muslimin untuk mempelajari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihii Wasallam yang shahih. Ia mengajak mereka berpegang teguh dengan keduanya serta mengembalikan segala urusan yang gaib kepada keterangan yang terdapat dalam Al qur’an dan As Sunnah.

“Barang siapa yang mempelajari Al Qur’an maka besarlah nilai orang itu. Barang siapa berbicara dalam masalah fikih, kemampuannya akan berkembang. Barang siapa menulis hadits, kuatlah hujjahnya. Barang siapa meneliti dengan hitungan, idenya menjadi banyak. Barang siapa tidak melindungi dirinya, maka ilmunya tidak akan bermanfaat,” ungkap Imam Syafi’i.

Beliau juga pernah berkata, “Jika kalian mendapatkan dalam kitabku ada yang tidak sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihii Wasallam, maka berkatalah sesuai Sunnah itu dan tinggalkanlah apa yang telah aku katakan.”

Begitulah Imam Asy-Syafi’i rahimahullah, sikap beliau sangatlah bijaksana. Beliau tidak hanya melarang mempelajari ilmu kalam dan bergaul dengan orang-orang yang mempelajarinya, tapi beliau juga menunjukkan solusinya dengan menyuruh manusia untuk mempelajari Al Qur’an dan Sunnah yang shahih dalam mempelajari tauhid dan hal-hal yang gaib yang wajib diimani keberadaannya.


Pendangan al imam al ghozali ttg filsafat

Untuk pertama kalinya Al-Ghazali mempelajari karangan-karangan ahli filsafat terutama karangan Ibnu Sina. Setelah mempelajari filsafat dengan seksama, ia mengambil kesimpulan bahwa mempergunakan akal semata-mata dalam soal ketuhanan adalah seperti mempergunakan alat yang tidak mencukupi kebutuhan.

Al-Ghazali dalam Al-Munqidz min al-Dhalal menjelaskan bahwa jika berbicara mengenai ketuhanan (metafisika), maka disinilah terdapat sebagian besar kesalahan mereka (para filosof) karena tidak dapat mengemukakan bukti-bukti menurut syarat-syarat yang telah mereka tetapkan sendiri dalam ilmu logika.

Al-Ghazali meneliti kerja para filsuf dengan metodenya yang rasional, yang mengandalkan akal untuk memperoleh pengetahuan yang meyakinkan. Dia pun menekuni bidang filsafat secara otodidak sampai menghasilkan beberapa karya yang mengangkatnya sebagai filsuf. Tetapi hasil kajian ini mengantarkannya kepada kesimpulan bahwa metode rasional para filsuf tidak bisa dipercaya untuk memberikan suatu pengetahuan yang meyakinkan tentang hakikat sesuatu di bidang metafisika (ilahiyyat) dan sebagian dari bidang fisika (thabi’iyat) yang berkenaan dengan akidah Islam. Meskipun demikian, Al-Ghazali tetap memberikan kepercayaan terhadap kesahihan filsafat-filsafat di bidang lain, seperti logika dan matematika.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa ada pemikiran tentang filsafat metafisika yang menurut al-Ghazali sangat berlawanan dengan Islam, dan karenanya para filosof dinyatakan kafir. Hal ini akan lebih dijelaskan dalam bagian selanjutnya.

Mulialah dn smg Allaah terima semua amal beliau Hujjatul islam al imam al ghozali, shg Allaah berkenan di akhir hayat beliau wafat dlm keadaan menggenggam, membaca, memahami, kitab shohih kedua ummat islam yakni AL HADITS tepatnya saat detik akhir hidup beliau, imam ghozali memegang kitab masyhur ummat islam yg bernama KITAB HADITS SHOHIH IMAM BUKHORI.....AAMIIN


Edisi        : Selasa, 12 September 2017
Pemateri : Ustadzah Nimas, SPd

No comments:

Post a Comment