TA'AARUF - FKDI Indonesia

Friday, September 2, 2016

TA'AARUF


*Ta'aaruf


Kita diciptakan Allah Azza Wa Jalla bermasyarakat, bersuku suku, kaum, Negara, dan tentunya diciptakan bukan tanpa maksud dan tujuan :

“Hai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari seorang pria dan seorang wanita, lalu menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal (ta’arofu) …” (QS. Al Hujurat: 13).

Li ta’aarafuu dalam ayat ini mengandug makna bahwa, aslinya tujuan dari semua ciptaan Allah itu adalah agar kita semua saling mengenalyang satu terhadap yang lain. Sehingga secara umum, ta’aruf bisa berarti saling mengenal. Dengan bahasa yang jelas ta’aruf adalah upaya sebagian orang untuk mengenal sebagian yang lain. Jadi, kata ta’aruf itu mirip dengan makna ‘berkenalan’ dalam bahasa kita. Setiap kali kita berkenalan dengan seseorang, entah itu tetangga kita, orang baru atau sesama penumpang dalam sebuah kendaraan umum misalnya, dapat disebut sebagai ta’aruf. Ta’aruf jenis ini dianjurkan dengan siapa saja, terutama sekali dengan sesama muslim untuk mengikat hubungan persaudaraan. Tentu saja ada batasan yang harus diperhatikan kalau perkenalan itu terjadi antara dua orang berlawanan jenis, yaitu pria dengan wanita. Untuk itu umat islam sudah menganjurkan memberlakukan hijab bagi wanita muslimah, yang bukan hanya berarti selembar jilbab dan baju kurung yang menutupi tubuhnya dari pandangan pria yang bukan mahram, tapi juga melindungi pergaulannya dengan lawan jenis yang tidak diizinkan syari’at.

Contoh dari pergaulan yang tidak diizinkan syari’at ini ialah berduaan atau bercampur-baur antara beberapa orang yang berlainan jenis dalam satu tempat secara berbauran, pergi bersama pria yang bukan mahram, dan berbagai hal lain yang dilarang syari’at. Semua itu tidak otomatis menjadi halal bila diatasnamakan ta’aruf.


Secara khusus kita diskusikan sore ini adalah Ta'aruf dalam rangka mendapatkan pendamping dalam kehidupannya.

Taaruf adalah kegiatan bersilaturahmi, kalau pada masa ini kita bilang berkenalan bertatap muka, atau main/bertamu ke rumah seseorang dengan tujuan berkenalan dengan penghuninya. Bisa juga dikatakan bahwa tujuan dari berkenalan tersebut adalah untuk mencari jodoh.

Taaruf bisa juga dilakukan jika kedua belah pihak keluarga setuju dan tinggal menunggu keputusan anak untuk bersedia atau tidak untuk dilanjutkan ke jenjang khitbah - taaruf dengan mempertemukan yang hendak dijodohkan dengan maksud agar saling mengenal.

Ta’aruf adalah sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan pendekatan, taaruf sangat berbeda dengan pacaran. Taaruf secara syar`i memang diperintahkan oleh Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah. Perbedaan hakiki antara pacaran dengan ta’aruf adalah dari segi tujuan dan manfaat. Jika tujuan pacaran lebih kepada kenikmatan sesaat, zina, dan maksiat. Taaruf jelas sekali tujuannya yaitu untuk mengetahui kriteria calon pasangan.

ISLAM mengenal proses ta’aruf dalam pernikahan. Sebelum melakukan pernikahan, ta’aruf adalah langkah kita untuk lebih mengenal calon pasangan hidup kita. Tentunya ta’aruf beda dengan pacaran.


Ada yang bertanya apa beda ta’aruf dengan pacaran?

Hal itu tentunya sangat berbeda :

Adapun perbedaan pacaran dengan ta’aruf yaitu:

1. Tujuan

- taaruf : mengenal calon istri/suami, dengan harapan ketika ada kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan pernikahan.

- pacaran : mengenal calon pacar, dengan harapan ketika ada kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan pacaran, syukur-syukur bisa nikah dan pacaran lebih kepada kenikmatan sesaat, zina dan maksiat.

2. Kapan dimulai

- ta’aruf : saat calon suami dan calon istri sudah merasa bahwa menikah adalah suatu kebutuhan, dan sudah siap secara fisik, mental serta materi.

- pacaran : saat sudah diledek sama teman:”koq masih jomblo?”, atau saat butuh temen curhat, atau yang lebih parah saat taruhan dengan teman.

3. Pertemuan

- ta’aruf : pertemuan dilakukan sesuai dengan adab bertamu biasa, dirumah sang calon, atau ditempat pertemuan lainnya. Hanya semua itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan dalam koridor syari`ah Islam. Minimal harus ditemani orang lain baik dari keluarga calon istri atau dari calon suami. Sehingga tidak dibenarkan untuk pergi jalan-jalan berdua, nonton, boncengan, kencan, ngedate dan seterusnya dengan menggunakan alasan ta`aruf. Dan frekunsi pertemuannya, lebih sedikit lebih baik karena menghindari zina hati.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Jangan sekali-kali salah seorang kalian berkhalwat dgn wanita kecuali bersama mahram.”

Hal itu krn tidaklah terjadi khalwat kecuali setan bersama keduanya sebagai pihak ketiga sebagaimana dlm hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma:

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir mk jangan sekali-kali dia berkhalwat dgn seorang wanita tanpa disertai mahram krn setan akan menyertai keduanya.”

Selama pertemuan pihak laki dan wanita dipersilahkan menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing nanti selama mengarungi kehidupan, kondisi pribadi, keluarga, harapan, serta keinginan di masa depan.
Menjadi jelas pula bahwa tidak boleh mengungkapkan perasaan sayang atau cinta kepada calon istri selama belum resmi menjadi istri. Baik ungkapan itu secara langsung atau lewat telepon, ataupun melalui surat. Karena saling mengungkapkan perasaan cinta dan sayang adalah hubungan asmara yang mengandung makna pacaran yang akan menyeret ke dalam fitnah.

Adapun cara yang lebih syar’i untuk mengenal wanita yang hendak dilamar adalah dengan mencari keterangan tentang yang bersangkutan melalui seseorang yang mengenalnya, baik tentang biografi (riwayat hidup), karakter, sifat, atau hal lainnya yang dibutuhkan untuk diketahui demi maslahat pernikahan. Bisa pula dengan cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang seperti istri teman atau yang lainnya. Dan pihak yang dimintai keterangan berkewajiban untuk menjawab seobyektif mungkin, meskipun harus membuka aib wanita tersebut karena ini bukan termasuk dalam kategori ghibah yang tercela. Hal ini termasuk dari enam perkara yang dikecualikan dari ghibah, meskipun menyebutkan aib seseorang. Demikian pula sebaliknya dengan pihak wanita yang berkepentingan untuk mengenal lelaki yang berhasrat untuk meminangnya, dapat menempuh cara yang sama.

- pacaran : pertemuan yang dilakukan hanya berdua saja, pagi boleh, siang oke, sore ayo, malam bisa, dini hari klo ngga ada yang komplain juga ngga apa-apa. Pertemuannya di rumah sang calon, kantor, mall, cafe, diskotik, tempat wisata, kendaraan umum & pribadi, pabrik dll. Frekuensi pertemuan lazimnya seminggu sekali, pas malem minggu. Adapun yang dibicarakan cerita apa aja kejadian minggu ini, ngobrol ngalur-ngidul, ketawa-ketiwi.

Lamanya

- ta’aruf : ketika sudah tidak ada lagi keraguan di kedua belah pihak, lebih cepat lebih baik. dan ketika informasi sudah cukup (bisa sehari, seminggu, sebulan, 2 bulan), apa lagi yang ditunggu-tunggu?

- pacaran : bisa 3 bulan, 6 bulan, setahun, 2 tahun, bahkan mungkin 10 tahun.

5. Saat tidak ada kecocokan saat proses

- ta’aruf : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan harus cara yang baik dan menyebut alasannya.

- pacaran : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan/tanpa menyebut alasannya.

Dengan demikian jelaslah bahwa pacaran bukanlah alternatif yang ditolerir dalam Islam untuk mencari dan memilih pasangan hidup.

Dalam pacaran, mengenal dan mengetahui hal-hal tertentu calon pasangan dilakukan dengan cara yang sama sekali tidak memenuhi kriteria sebuah pengenalan. Ibarat seorang yang ingin membeli motor second, tapi tidak melakukan pemeriksaan, dia cuma memegang atau mengelus motor itu tanpa pernah tahu kondisi mesinnya. Bahkan dia tidak menyalakan mesin atau membuka kap mesinnya. Bagaimana mungkin dia bisa tahu kelemahan dan kelebihan motor itu.

Sedangkan taaruf adalah seperti seorang montir motor yang ahli memeriksa mesin, sistem kemudi, sistem rem, sistem lampu dan elektrik, roda dan sebagainya. Bila ternyata cocok, maka barulah dia melakukan tawar-menawar.

Ketika melakukan taaruf, seseorang baik pihak pria atau wanita berhak untuk bertanya yang mendetil, seperti tentang penyakit, kebiasaan buruk dan baik, sifat dan lainnya. Kedua belah pihak harus jujur dalam menyampaikannya. Karena bila tidak jujur, bisa berakibat fatal nantinya. Namun secara teknis, untuk melakukan pengecekan, calon pembeli tidak pernah boleh untuk membawa pergi motor itu sendiri.

Naah mungkin timbul pertanyaan bagaimana proses taaruf yang syar’i sehingga menuju pernikahan yang barokah ?

Kiat-kiat ta’aruf Islami yang benar agar nantinya tercipta rumah tangga sakinah mawaddah warohmah,

➡ 1. Pertama
Melakukan Istikharoh dengan sekhusyu-khusyunya.
Setelah kita dikenalkan seorang ikhwan yg sdh siap menikah oleh teman atau guru mengaji (ustadzah) atau orang yang terpercaya dan kita mendapatkan data dan foto, lakukanlah istikharoh dengan sebaik-baiknya, agar Allah SWT memberikan jawaban yang terbaik. Dalam melakukan istikharoh ini, jangan ada kecenderungan dulu pada calon yang diberikan kepada kita. Tapi ikhlaskanlah semua hasilnya pada Allah SWT. Luruskan niat kita, bahwa kita menikah memang ingin benar-benar membentuk rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Seseorang biasanya mendapatkan sesuatu sesuai dengan apa yang diniatkannya.

➡ 2. Kedua
Menentukan Jadwal Pertemuan (ta’aruf Islami)
Setelah melakukan istikharoh dan adanya kemantapan hati, maka segerlah melaporkan pada Ustadzah atau tmn diatas. Lalu segeralah atur jadwal pertemuan ta’aruf tersebut. Bisa dilakukan di rmh atau di rumah Ustadzah atau tmn nya. Memang idealnya kedua pembimbing juga hadir, sebagai tanda kasih sayang dan perhatian terhadap mutarabbi (murid-murid). Hendaknya jadwal pertemuan disesuaikan waktunya, agar semua bisa hadir, pilihlah hari Ahad, karena hari libur.

➡ 3. Ketiga
Gali pertanyaan sedalam-dalamnya
Setelah bertemu, hendaknya didampingi Ustadz dan Ustadzah, lalu saling bertanyalah sedalam-dalamnya, ya bisa mulai dari data pribadi, keluarga, hobi, penyakit yang diderita, visi dan misi tentang rumah tangga. Biasanya pada tahap ini, baik ikhwan maupun akhwat agak malu-malu dan grogi, maklum tidak mengenal sebelumnya. Tapi dengan berjalannya waktu, semua akan menjadi cair. Peran pembimbing juga sangat dibutuhkan untuk mencairkan suasana. Jadi tidak terlihat kaku dan terlalu serius. Dibutuhkan jiwa humoris, santai namun tetap serius.
Silakan baik ikhwan maupun akhwat saling bertanya sedalam-dalamnya, jangan sungkan-sungkan, pada tahap ini. Biasanya pertanyaan-pertanyaan pun akan mengalir.

➡ 4. Keempat
Menentukan waktu ta’aruf selanjutnya dengan orangtua
Setelah melakukan ta’aruf dan menggali pertanyaan-pertanyaan sedalam-dalamnya, dan pihak ikhwan merasakan adanya kecocokan visi dan misi dengan sang akhwat, maka ikhwan pun segera memutuskan untuk melakukan ta’aruf ke rumah akhwat, untuk berkenalan dengan keluarga besarnya. Ini pun sudah diketahui oleh Ustadz maupun Ustadzah dari kedua belah pihak. Jadi memang semua harus selalu dikomunikasikan, agar nantinya hasilnya juga baik. Jangan berjalan sendiri. Sebaiknya ketika datang bersilaturahim ke rumah akhwat, Ustadz pun mendampingi ikhwan sebagai rasa sayang seorang guru terhadap muridnya. Tetapi jika memang Ustadz sangat sibuk dan ada da’wah yang tidak bisa ditinggalkan, bisa saja ikhwan didampingi oleh teman pengajian lainnya. Namun ingat,ikhwan jangan datang seorang diri, untuk menghindarkan fitnah dan untuk membedakan dengan orang lain yang terkenal di masyarakat dengan istilah ’ngapel’ (pacaran).
Hendaknya waktu ideal untuk silaturahim ke rumah akhwat pada sore hari, biasanya lebih santai. Tapi bisa saja diatur oleh kedua pihak, kapan waktu yang paling tepat untuk silaturahim tersebut.

5. Kelima
Keluarga Ikhwan pun boleh mengundang silaturahim akhwat ke rumahnya
Dalam hal menikah tanpa pacaran, adalah wajar jika orang tua ikhwan ingin mengenal calon menantunya (akhwat). Maka sah-sah saja, jika orang tua ikhwan ingin berkenalan dengan akhwat (calon menantunya). Sebaiknya ketika datang ke rumah ikhwan, akhwat pun tidak sendirian, untuk menghindari terjadinya fitnah. Dalam hal ini bisa saja akhwat ditemani Ustadzahnya ataupun teman pengajiannya sebagai tandan perhatian dan kasih sayang pada mutarabbi.

➡ 6.Keenam
Menentukan Waktu Khitbah
Setelah terjadinya silaturahim kedua belah pihak, dan sudah ada kecocokan visi dan misi dari ikhwan dan akhwat juga dengan keluarga besanya, maka jangalah berlama-lama. Segeralah tentukan kapan waktu untuk mengkhitbah akhwat.

Bagaimana Bila Ta’aruf Gagal?

Karena ta’aruf adalah sarana pertama menuju pernikahan, maka adakalanya ia berhasil lalu berlanjut ke khitbah dan akad nikah, ada kalanya pula ia tidak berlanjut ke pernikahan. Bagaimana bila ta’aruf gagal? Ada empat tips dalam buku Tak Kenal Maka Ta’aruf yaitu :

Pertama, Yakinilah bahwa ini yang terbaik dari Allah. Bukankah lebih baik ta’aruf tidak dilanjutkan daripada menikah tetapi tidak ada kecocokan lalu timbul perselisihan dan banyak permasalahan?

Kedua, tetaplah memperbaiki diri. Kembali kepada QS. An-Nur : 26 bahwa perempuan yang baik hanya untuk lelaki yang baik, demikian sebaliknya.

Ketiga, tak perlu malu dan trauma. Jangan takut untuk melakukan ta’aruf lagi.

Keempat, lakukan muhasabah dan evaluasi diri. Bisa jadi ta’aruf yang gagal membuat kita tersadar ada kelemahan yang harus diperbaiki. Dengan demikian kita menjadi lebih baik dan sempurna.

Selain hal diatas yang terpenting jg agar tdk menimbulkan fitnah dan menghindarkan dari zina hati sebaiknya jarak antara taaruf dengan pernikahan tidak terlalu lama.

Jangan biarkan si calon menunggu selama satu tahun karena ikhwannya harus bekerja terlebih dahulu atau harus menyelesaikan kuliah dulu atau hal yang lain. Hal ini jelas mendzolimi akhawat karena harus menunggu, dan juga apa ada jaminan bahwa saat proses menunggu itu tidak ada setan yang mengganggu.

Lihat lagi tujuan hidup kita di dunia, untuk apa kita diberikan umur ini ? Untuk bersenang-enang dengan sesuatu yang singkat saja kah ? Jelas di Al-Qur’an disebutkan, bahwa tujuan kita hidup di dunia cuma satu, BERIBADAH. Karena itu segalanya harus diarahkan kesana. Apapun.

Termasuk dalam pencarian jodoh. Jika diniatkan bahwa kita menikah untuk ibadah. Maka jalan mencari jodohnya pun harus berbentuk ibadah. “Janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” QS Al-Isra : 32.

Nah,pacaran itu adalah aktifitas mendekati zina. Pegangan tangan yang belum halal, sms dan telpon yang tak halal pula, boncengan yang tak halal.
Karena itu, kenapa tak ada pacaran dalam Islam. Dan tak ada juga yang namanya pacaran islami. Sekali haram tetap haram. Pun dilabeli islami. Namun, fitrah manusia untuk mempunyai perasaan suka terhadap lawan jenisnya. Islam memfasilitasi itu melalui menikah.


Dan ta’aruf adalah jalan menuju pernikahan yang dianjurkan Islam. Tidak melalui pacaran. Cinta itu begitu bernilai dan suci. Karena itu, ia tidak boleh diumbar secara murahan, apalagi melanggar syariat Allah

Jangan Berharap tercipta Rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah jika telah diawali dengan murkanya Allah .

Wallahu a’lam



Hari / Tanggak : Jum'at, 2 Septembwr 2016
Narasumber : Ustadzah Irna

No comments:

Post a Comment