Hakikat Kekayaan - FKDI Indonesia

Friday, September 2, 2016

Hakikat Kekayaan



*Kekayaan

Betapa banyak diantara kita ingin mendapatkan kebahagiaan dengan mengejar dan mencari kekayaan dunia. Berharap dengan bertambahnya kekayaan niscaya kebahagiaan dan ketenangan hidup akan di dapat. Namun faktanya, kekayaan tidak identik dengan kebahagiaan dan ketenangan. Betapa banyak orang yang bertambah kekayaannya, hatinya semakin galau, waswas dan tidak tenang. Entah karena uangnya takut hilang dicuri orang atau habis, entah takut ketahuan bahwa kekayaannya dari hasil yang tidak halal, dan berbagai kekhawatiran lainnya yang bersumber dari kekayaan itu. Padahal sesungguhnya yang kita cari dalam hidup ini adalah kebahagiaan dan ketenangan.

Lalu kekayaan seperti apa yang dapat mendatangkan kebahagiaan dan ketenangan?

Rasulullah SAW pernah bertanya kepada Abu Dzar ra, “Wahai Abu Dzar, apakah banyaknya harta adalah kekayaan?” Aku menjawab, “Ya, benar, wahai Rasulullah.” Beliau bertanya lagi, “Apakah kamu menganggap sedikitnya harta adalah kemiskinan?” Aku menjawab, “Benar, ya Rasulullah.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya kekayaan itu adalah kekayaan hati dan kemiskinan adalah kemiskinan hati.” (HR An-Nasai, Ibnu Hibban, Thabrani).

Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْس
ِ
“Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya (ghina’) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari Muslim )

Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Hakikat kekayaan sebenarnya bukanlah dengan banyaknya harta. Karena begitu banyak orang yang diluaskan rizki berupa harta oleh Allah, namun ia tidak pernah merasa puas dengan apa yang diberi. Orang seperti ini selalu berusaha keras untuk menambah dan terus menambah harta. Ia pun tidak peduli dari manakah harta tersebut ia peroleh. Orang semacam inilah yang seakan-akan begitu fakir karena usaha kerasnya untuk terus menerus memuaskan dirinya dengan harta. Perlu dicamkan baik-baik bahwa hakikat kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati (hati yang selalu ghoni, selalu merasa cukup). Orang yang kaya hati inilah yang selalu merasa cukup dengan apa yang diberi, selalu merasa qona’ah (puas) dengan yang diperoleh dan selalu ridho atas ketentuan Allah. Orang semacam ini tidak begitu tamak untuk menambah harta dan ia tidak seperti orang yang tidak pernah letih untuk terus menambahnya. Kondisi orang semacam inilah yang disebut ghoni (yaitu kaya yang sebenarnya).”

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah menerangkan pula, “Orang yang disifati dengan kaya hati adalah orang yang selalu qona’ah (merasa puas) dengan rizki yang Allah beri. Ia tidak begitu tamak untuk menambahnya tanpa ada kebutuhan. Ia pun tidak seperti orang yang tidak pernah letih untuk mencarinya. Ia tidak meminta-minta dengan bersumpah untuk menambah hartanya. Bahkan yang terjadi padanya ialah ia selalu ridho dengan pembagian Allah yang Maha Adil padanya. Orang inilah yang seakan-akan kaya selamanya.

Dalam hal mencari harta kekayaan, bukan berarti sama sekali tidak boleh. Yang dilarang adalah merasa tamak dan menjadikan banyaknya harta sebagai tujuan sampai melupakan tujuan untuk apa Allah titipkan harta kepada kita dan bagaimana seorang mukmin berlaku terhadap harta.

Jika memang kita memiliki tanggungan untuk dinafkahi, maka diwajibkan untuk mencari nafkah dalam rangka memenuhi kebutuhan dan untuk memberi manfaat kepada orang lain.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang dunia adalah ambisinya, maka Allah akan menghancurkan kekuatannya, menjadikan kemiskinan di depan matanya dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali apa yang telah Allah takdirkan. Dan barangsiapa akhirat adalah tujuannya, maka Allah akan menguatkan urusannya, menjadikan kekayaannya pada hatinya dan dunia datang kepadanya dalam keadaan tunduk.” (HR Ibnu Majah)

Namun bukan berarti kita tidak boleh kaya harta. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنِ اتَّقَى خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النِّعَم

ِ
“Tidak apa-apa dengan kaya bagi orang yang bertakwa. Dan sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan bahagia itu bagian dari kenikmatan.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad . Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari sini bukan berarti kita tercela untuk kaya harta, namun yang tercela adalah tidak pernah merasa cukup dan puas (qona’ah) dengan apa yang Allah beri. Padahal sungguh beruntung orang yang punya sifat qona’ah. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim )

Alangkah beruntungnya seorang bertaqwa yang memiliki harta. Ia senantiasa menginfakkan hartanya yang banyak itu di jalan Allah. Dengan hartanya itu ia berusaha mendekatkan dirinya kepada Allah.

Para sahabat Radhiallahu 'anhum telah mencontohkan bagaimana hakikat kekayaan tersebut. Mereka meletakkan harta ditangan mereka, bukan di hati mereka. Sehingga dengan mudah dan tanpa ragu mereka bersegera menginfakkan hartanya untuk berdakwah dan menegakkan kalimatullah. Tidak heran jika Umar bin Khattab sampai menginfakkan separuh hartanya. Bahkan Abu Bakar menginfakkan seluruh hartanya untuk berjihad fii sabiilillah.. Dan itulah diantara bukti ketakwaan mereka kepada Allah...
Lalu apakah bukti ketakwaan kita kepada Allah?

Bagaimana ikhtiar yang dapat kita lakukan agar memiliki kekayaan hati ini?

1. Tidak melihat pada harta orang lain. Yakin bahwa setiap orang sudah ditentukn rezekinya masing-masing dan tidak akan tertukar.

2. Merasa cukup dengan pemberian rezeki dari Allah. Pemilik dunia adalah orang yang memiliki tiga kriteria; hidup tenteram dan aman di tengah masyarakatnya, sehat jasmaninya, dan memiliki makanan cukup untuk sehari itu. (HR Tirmidzi). Sesungguhnya Allah telah menerangkan dalam salah satu ayat cinta-Nya bahwa lawan kata dari kekayaan adalah kecukupan Ayat tersebut berbunyi :
„dan bahwasanya Dia yang memberikan kekayaan dan memberikan kecukupan.“ (QS. An-Najm : 48).

sebenarnya semiskin apapun kita, kita masih bisa makan dan tidur. Allah telah menciptakan lahan yang luas dibumi untuk memudahkan kita semua. Ketika kita pandai bersyukur, maka semiskin apapun kita, kita tetap merasa berkecukupan.

manusialah yang membuat dirinya merasa miskin, bukan Allah. Ada hikmah Allah di sebalik takdirnya untuk melapangkan rezeki dan menyempitkannya kepada siapa yang dikehendakinya.

3. Melihat kepada orang yang lebih rendah dalam hal harta "karena hal demikian lebih layak dan tidak meremehkan nikmat Allah atas kamu.” (HR al-Hakim dan al-Baihaqi).

4. Senantiasa berusaha memberi apa yang kita punya. Dengan memberi dan memasukkan kebahagiaan kepada orang lain akan membuat kita lebih bahagia dan tenang. Maka berbahagialah dengan memberi, dan janganlah merasa cukup bahagia dengan sekedar menerima saja. Berbagilah niscaya kebahagiaanmu akan bertambah karena Allah-lah yang memasukkan dan menambahkan rasa kebahagiaan itu.

5. Hendaklah berdoa senantiasa memohon kepada Allah sifat 'iffah dan kaya hati. Diantara doa yang dapat diamalkan adalah :.
اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

(Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina).” (HR. Muslim ). An Nawawi –rahimahullah- mengatakan, “”Afaf dan ‘iffah bermakna menjauhkan dan menahan diri dari hal yang tidak diperbolehkan. Sedangkan al ghina adalah hati yang selalu merasa cukup dan tidak butuh pada apa yang ada di sisi manusia.”

Demikian yang dapat saya sampaikan. Semoga dapat bermanfaat. Sesungguhnya segala kebaikan dan kebenaran datangnya dari Allah Subhanahu wa ta'alaa. Semoga kita dapat mengamalkannya. Dan keburukan serta kehkilafan datangnya dari saya pribadi. Saya mohon maaf atasnya dan jika ada hal yang kurang berkenan dalam penyampaian. Akhir kata, semoga Allah mengaruniakan kita sifat 'iffah dan kekayaan hati ini.
.
وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب


ﺃﻗﻮﻝ ﻗﻮﻟﻲ ﻫﺬﺍ ﺃﺳﺘﻐﻔﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻲ و لكم ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺍﻧﻔﻌﻨﺎ ﺑﻤﺎ ﻋﻠﻤﺘﻨﺎ و ﻋﻠﻤﻨﺎ ﻣﺎ ﻳﻨﻔﻌﻨﺎ ﺳﺒﺤﺎﻧﻚ ﺍﻟﻠﻬﻢ و ﺑﺤﻤﺪﻙ أﺷﻬد أن ﻟﺎ ﺇﻟﻪ ﺇﻟﺎ ﺃﻧﺖ
ﺃﺳﺘﻐﻔﺮﻙ و ﺃﺗﻮﺏ إليك



Hari / Tanggal : Jum'at, 02 September 2016
Narasumber : Ustadzah Afifah

No comments:

Post a Comment