Mengoptimalkan Usia - FKDI Indonesia

Monday, October 31, 2016

Mengoptimalkan Usia


*Mengoptimalkan Usia*


Padahal ikhwah, tak ada seorang pun di antara kita yang mampu membendung perjalanan usia. Contohnya, bila sedetik berlalu dari kehidupan kita, sesungguhnya ia telah menjadi masa lalu, bagian sejarah dalam kehidupan anak cucu Adam.

Persoalannya adalah, sudahkah kita hidup dengan mengoptimalkan setiap detik usia atau menyia-nyiakannya?

Pertanyaan ini penting diajukan mengingat umat Islam masih banyak yang terjebak dalam kemacetan berpikir tentang potensi usia yang dimilikinya. Banyak yang berpikir, ia baru akan berbuat baik, pergi ke masjid, mengaji & ibadah lainnya nanti setelah usia lima puluhan, enam puluhan bahkan tujuh puluhan.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba di hari kiamat hingga ditanyakan kepadanya empat hal : Usianya untuk apa ia habiskan, masa mudanya bagaimana ia pergunakan, hartanya dari mana ia dapatkan & untuk apa ia keluarkan, serta ilmunya, apa yang ia telah perbuat dengannya.”

Setiap manusia akan ditanyakan tentang usia yang telah diberikan padanya. Bahkan secara khusus, akan juga ditanyakan tentang usia mudanya. Apa yang telah kita lakukan sepanjang masa muda itu? Barangkali, penyebutan secara khusus tentang masa muda, karena pada masa itulah kita tengah membentuk diri kita, menentukan jati diri kita, dan melakukan revolusi besar dalam sejarah hidup; menikah, berkeluarga, memiliki keturunan, membangun karier & melakukan segala aktivitas duniawi.

Bila kita renungi lebih jauh ya, maka kita akan dapatkan bahwa seluruh rangkaian kewajiban agama merupakan peringatan bagi diri kita tentang perjalanan usia. Lihatlah bagaimana permulaan masuk waktu subuh, misalnya. Tatkala malam membuka selimut fajarnya, berdirilah seorang muadzin menyerukan setiap insan yang tengah terlelap dalam tidurnya, “hayya ala shalah”. (Marilah tunaikan shalat) “As-shalatu khairu min nawum”. (Shalat itu lebih baik daripada tidur).

Jiwa yang suci akan menjawab panggilan itu dengan segara melakukan shalat subuh (Nah tuh... Coba siapa yang masih suka nanti-nanti kalau denger adzan?). Ia akan membasuh wajahnya dengan air wudhu, membersihkan dirinya dari belenggu syaitan & menyambut harinya dengan hati yang bersih. Sementara jiwa yang terbuai dalam nina-bobo syaitan akan menarik selimutnya, melanjutkan mimpi-mimpinya, hingga ia kehilangan waktu yang sangat indah. Waktu subuh yang menyemburkan semburat kehidupan.

Untuk itulah akhawati fillah, para ulama terdahulu, dalam upayanya optimalisasi setiap detik kehidupan yang dijalaninya, mengatakan, shalat lima waktu adalah “neraca harian” kita. Shalat Jumat merupakan “neraca pekanan”, puasa di bulan Ramadhan menjadi semacam “neraca tahunan” & menunaikan haji menjadi “neraca atau timbangan usia” kita.

Bila setiap muslim melakukan kalkulasi dengan benar pada neracanya itu niscaya ia akan beruntung dalam menapaki kehidupan ini.

*Umar bin Khattab* Radhiyallahu ’anhu berkata, “Barang siapa yang hari ini sama dengan harinya yang kemarin, maka dia adalah orang yang tertipu & barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia adalah orang yang tercela”.

Gunakan sebaik-baiknya usia Antunna selagi ada, jangan gunakan untuk hura-hura yang akan menyengsarakan Antunna di dunia & akhirat.

Masa muda, masa taat.
Masa tua, masa makin taat
Masa senja, masa takwa terindah.

*Ingat akhawati fillah...*

Hari ini tak akan berulang esok hari.

Selagi hari masih bersama usia. Teruslah baik dengan amalan-amalan sholat, ngaji, shaum & lain sebagainya. Agar kebaikan tersebut menjadi kunci dari sebuah optimalisasi usia yang terindah  untuk kita.

Syukron wa barakallahufikunna, semoga tadzkirah ini bermanfaat untuk kita.

Semangat baik & baiklah dalam semangat...


Pemateri : Ustadz Nafis
Edisi : Rabu, 26 Oktober 2016

No comments:

Post a Comment