![]() |
ilustrasi dari google |
Hari/Tanggal : Kamis, 31 Agustus 2017
Narasumber : Ustadz Adlil Umarat
AYBUN, AJARKAN ANAKMU SEJAK DINI, BERBELANJA SESUAI KEBUTUHAN, BUKAN SESUAI KEINGINAN!
===================
Siang ini ketika di perjalanan naik GOJEK menuju Stasiun Kereta Senen, saya ngobrol dengan driver GOJEK. Dia kaget ketika tahu saya adalah trainer parenting. Dia lalu curhat. Curhat bahwa anaknya yang sudah kelas 1 SMA, merongrong dia untuk segera dibelikan handphone terbaru. Padahal baru beberapa waktu lalu anaknya dibelikan handphone baru. Tapi, menurut anaknya itu, hp-nya itu sekarang sudah ketinggalan zaman. Saya tidak tahu dimana letak ketinggalan zamannya, tapi barangkali si anak ini ikut-ikutan temannya yang handphonenya lebih canggih. Itu saya simpulkan dari cerita panjang sang ayah.
Kasihan sekali ayah ini.
Si anak, selalu silau dengan barang orang lain. Dia tidak bisa klasifikasi apa sebenarnya handphone yang sesuai kebutuhannya. Selalu ikut (trend) teman. Bukan ikut kebutuhan diri sendiri. Ketika mata sudah gelap, si anak seperti tidak punya empati sama sekali kepada ayahnya. Ayahnya berjuang dengan cara yang tidak mudah pagi hingga sore NGOJEK kena panas, kena hujan dengan hasil yang cukup untuk kebutuhan mendasar, makan dan pendidikan.
Namun permintaan si anak untuk dibelikan hp baru lagi, seperti menganggap ayahnya tukang sulap simsalabim. Tiba-tiba minta, tiba-tiba barang harus sudah ada. Ia pakai kata POKOKNYA.
Anak-anak seperti cerita di atas, adalah anak-anak yang gagal melakukan klasifikasi mana kebutuhan, mana keinginan. Akibatnya, yang repot orangtuanya. Pontang-panting memenuhi keinginan anak yang egois. Anak yang tak mau tahu kesulitan orangtua. Jika ini sudah kadung terjadi di keluarga, orangtua yang kena getahnya. Apalagi hal itu sudah jadi kebiasaan dan habit si anak, meminta barang yang diinginkan, bukan dibutuhkan.
===================
Lalu bagaimana antisipasi kita agar pada diri anak kita tidak terjadi hal seperti cerita di atas? Bagaimana caranya agar anak kita bisa klasifikasi mana kebutuhan, mana keinginan?
Pak Ading akan berbagi sedikit tips tentang bagaimana langkah-langkah orangtua bisa memrogram kegiatan yang bisa menumbuhkan pemahaman tentang bedanya kebutuhan vs keinginan pada diri anak, sejak usianya dini.
Sudah siap untuk mengetahui tipsnya, Aybun? Kita bahas ya.
Pertama, rencanakan barang yang mau dibeli dan jelaskan apa fungsi barang yang akan dibeli. Lalu hubungkan dengan kebutuhan yang akan dipenuhi dari pembelian tersebut. Jelaskan kenapa kita butuh membeli hal tersebut. Selalu pakai pola itu ketika akan merencanakan membeli sesuatu, sehingga anak menjadi tahu, untuk beli suatu barang, memang harus ada landasan kuatnya.
Membeli barang bukan dalam rangka sekedar iseng. Kalau dia tidak tahu alasan di balik alasan membeli barang, biasanya dia akan menghambur-hamburkan uang di saat dewasa dengan iseng membeli barang tanpa maksud dan tujuan yang jelas. Apalagi jika dia punya uang yang cukup berada. Biasanya jadi tidak terkontrol pengeluaran. Terlebih lagi di zaman sekarang sudah bisa belanja secara online. Tinggal sekali dua kali klik, barang sudah bisa diantar ke rumah.
Kalau kita mau berbelanja offline ke pasar tradisional ataupun pasar modern, bikin list belanja terlebih dahulu sebelum berangkat ke pasar. Pastikan kita hanya akan berbelanja sesuai rencana yang tertulis. Tidak berbelanja di luar barang yang sudah direncanakan. Kalau ketemu barang diskon atau yang menggoda iman, jangan beli saat itu juga. Jangan beli di depan anak. Antarkan dulu anak pulang, datang lagi ke tempat perbelanjaan tersebut sendirian. Pastikan di depan anak kita belanja hanya berdasarkan list belanja yang sudah direncanakan. Ini akan mengajarkan kepada anak kita untuk istiqomah sesuai rencana belanja. Hanya belanja yang dibutuhkan, dan yang sudah direncanakan. Di luar itu, tidak akan dieksekusi (belanja).
Kedua, libatkan anak dalam proses pembelian tersebut. Bagaimana caranya? Beri anak kita kesempatan dan kepercayaan agar dia bisa berbelanja sendiri barang yang sudah direncanakan tadi. Kalau misalnya berbelanja di pasar modern, supermarket, minimarket, biarkan dia membawa keranjang belanja dan berbelanja sesuai list yang sudah kita tetapkan.
Supaya apa? Supaya dia merasakan langsung sensasi dan tanggung jawab atas pilihan yang sudah ditetapkan di perencanaan belanja tadi sebelum berangkat. Ketika dia istiqomah berbelanja sesuai rencana, di saat itu pengalaman belanja sesuai KEBUTUHAN menjadi akan semakin menebal di myelin otak dan ototnya. Dia makin BANGGA pada dirinya. Rasa percaya dirinya meningkat drastis dari sebelumnya. “Aku dong sudah bisa belanja sendiri. Aku juga belanja sesuai kebutuhan!” Pesan itu yang ingin kita tancapkan pada anak kita melalui pengalaman berbelanja. Ini bahasa kerennya si anak mengalami experiential learning melalui belanja langsung.
Kalau anak kita belum bisa baca bagaimana? Ya kerjasama saja dengan orangtua sebagai pendamping. Yang penting, berikan porsi ambil keputusan kepada anak kita dalam mengambil barang yang mau dibeli, berputar mencari dimana rak perbelanjaannya, kalau bingung harus tanya ke petugas supermarket yang mana, atau ke abang-abang penjual di pasar modern/ tradisional. Ini juga bagian dari latihan meningkatkan rasa percaya dirinya di depan publik.
Kalau di tengah-tengah belanja anak ternyata ‘tergoda’ dengan sesuatu yang di luar kesepakatan dan rencana belanja, maka ingatkan lagi kesepakatan di awal sebelum berangkat saat perencanaan disusun bersama. “Ingat, hari ini kita ke pasar tujuannya membeli tepung terigu, margarin, susu kotak Ultra, dan bla bla bla…. Di luar itu, kita tidak merencanakannya…. Sesuai kesepakatan/ rencana ya belanjanya!”
Melibatkan anak pada proses belanja, tidak hanya mengajarkan dia terlibat saat membeli, tapi juga membuat dia berpikir, bahwa ada proses panjang ketika kita merencanakan akan membeli sesuatu. Tidak simsalabim sulap tiba-tiba barang bisa ada. Perlu caritahu dulu berapa harganya, lalu darimana sumber uang untuk bayarnya, lalu dimana beli barangnya yang lebih ekonomis tapi tetap terjamin, apa resikonya, dan seterusnya. Ini adalah instalasi pada otak dan otot anak agar dia tidak menggap jika ingin sesuatu, itu bisa mudah mendapatkannya. Ada perjuangan, ada darah, ada air mata, ada banyak pengorbanan jika kita menginginkan sesuatu. Lalu, kita juga bisa pisahkan mana keinginan, mana pula kebutuhan.
Ketiga, setelah selesai belanja, apresiasi anak atas upaya dia belanja sesuai rencana. Artinya, si anak jika belanja sesuai rencana, berarti dia sudah belanja sesuai KEBUTUHAN, bukan KEINGINAN. Apresiasi meski baru sedikit saja list belanja yang ditaati anak. Meski dia masih ‘tergoda’ untuk belanja barang lain misalnya, tak masalah. Dibuat rencana bertahap, lama-lama nanti anak sama sekali tidak belanja di luar rencana. FOKUS mengapresiasi pencapaian anak yang sudah mulai bisa ikuti list belanja meski baru sedikit yang terpenuhi dan masih banyak offside melanggar ketentuan perencanaan.
Pikiran positif orangtua kepada anak dalam hal ini, akan sangat membantu membentuk anak kita menjadi anak yang bisa berbelanja atau membeli sesuatu sesuai KEBUTUHAN, bukan KEINGINAN. Maka, jangan berpikir negatif dulu ke anak kita. Tetap lihat sisi positifnya, meski baru sedikit. Terlebih untuk anak-anak yang dulunya terbiasa begitu minta, langsung simsalabim, terpenuhi dan barang yang diminta segera ada di hadapannya. Ini PR nya cukup berat untuk membongkar pengalaman di otak anak. Dia terbiasa dilayani, serba tersedia, lupa proses, lalu tiba-tiba dia diajak untuk ikuti proses belanja, dan di saat itulah biasanya dia mengalami shock. Itu biasa. Ada proses adaptasi.
Kalau anak kita terbiasa mengikuti proses perencanaan, terlibat dalam belanja, dan diapresiasi setelah selesai belanja, maka lama-lama dia akan menjadikan proses bagaimana cara atau teknik berbelanja (membeli sesuatu) sesuai dengan ketiga proses di atas. Dia akan FOKUS belanja sesuai KEBUTUHAN, bukan KEINGINAN. KEBUTUHAN itu jika terpenuhi, biasanya langsung puas. Kalau KEINGINAN, biasanya tak terbatas. Mau lagi, lagi, lagi dan lagi. Sampai tak terhingga. Itu ciri-cirinya.
Selamat mempraktikkan kepada anak di rumah ya Aybun….!
“Optimalkan masa kecil anak, agar hidupnya selamat, kelak!”
#Kajian Parenting Islamiyah
No comments:
Post a Comment