![]() |
ilustrasi dari google |
Hari/Tanggal : Sabtu, 02 September 2017
Narasumber : Ustadzah Nimas
PENDEWASAAN DIRI PADA ANAK
Mendidik anak bukan urusan sepele dalam agama ini. Salah bersikap terhadap anak bisa menimbulkan dampak yang tidak ringan. Alih-alih menjadi anak baik, anak justru lari berbalik. Karena itu, penting adanya bimbingan orang-orang alim dalam perjalanan kita mendidik anak.
ORANG TUA di zaman sekarang cenderung permisif terhadap kehendak putra-putrinya. Konsep demokratis menjadikan orang tua memberikan keleluasaan pada anak secara berlebihan. Akibatnya, tidak jarang orang tua yang mesti melihat kebahagiaan saat anak-anaknya tumbuh dewasa, justru semakin merana karena ulah dan perilaku buah hatinya sendiri.
1. Berani Tegas
Orang tua kadang atau bahkan mungkin seringkali angkat tangan dengan kehendak anak. Akibatnya anak menjadi pribadi yang selalu mencamuk setiap kali keinginannya tidak dipenuhi oleh orang tuanya.
Sekali orang tua tumbang, dan memberikan apa yang dituntut anak sampai terkanjar-kanjar, maka anak itu akan memiliki perilaku yang sama, terutama sekali kala ada keinginan yang ditolak orang tua. Karena sang anak sudah mengambil kesimpulan dengan cara berperilaku menjadi-jadi, orang tuanya akan memberikan apa yang diinginkannya.
2. Jangan membalas jika mereka bereaksi keras
Pembelaan diri adalah satu hal di satu sisi, tetapi jika anak sudah berlaku keras secara fisik, adalah dua hal yang berbeda. Memang cukup sulit untuk menanganinya jika terjadi kondisi seperti in. Jika usia anak Anda masih kecil, gendonglah dia seperti biasa, biarkan dia duduk dipangkuan Anda, dan katakan dengan tegas : “Jangan pukul ayah lagi ya!” Tingkatkan secara wajar nada suara Anda. Sebaliknya jika usia anak anda sudah agak besar seperti anak remaja. Ketika terjadi perselisihan, carilah bantuan. Jangan membalas, tapi Anda bisa membela diri jika diperlukan. Intinya, Anda boleh menjatuhkan hukuman badan padanya, tapi tidak boleh memukulnya.
· Ada orangtua yang beranggapan, berhubung sang anak masih kecil, tidak perlu terlalu serius memerhatikan perkembangan perilaku mereka, tanpa menyadari bahwa sang anak selalu mengamati, mencoba serta menirukan bagaimana orang dewasa menjalani kehidupan mereka dalam rumah tangga. Bila orangtua meremehkan inspirasi dalam hidup, bagaimana pula sang anak akan menghargai renik-renik kehidupan??
Pendidikan tidak seharusnya hanya merupakan kegiatan menjejalkan ilmu pengetahuan, melainkan juga harus berupa pembinaan yang mengajarkan perilaku yang tepat dan sikap pikiran yang benar, dapat mengarahkan perkembangan emosional, moral, semangat dan pikiran yang sehat, memupuk karakter yang sehat.
Hal ini memerlukan integrasi pembinaan yang tepat dari keluarga, sekolah, orangtua, para guru dan para senior, namun acapkali permasalahan justru timbul pada mata rantai yang saling berhubungan ini, sering kali terdapat penyimpangan lepasnya mata rantai, sehingga penyimpangan pandangan dan perilaku pada sang anak tidak bisa dikoreksi tepat pada waktunya.
3. Kenalkan yang Ma’ruf dan yang Munkar
Hal yang tidak kalah pentingnya dalam mendidik anak adalah memperkenalkan kepada mereka mana yang ma’ruf dan menguatkan komitmen terhadapnya dan mana yang munkar serta menjauhinya dengan sikap tanpa kompromi.
Setelah itu, kenalkan anak, didik anak untuk sabar dengan apapun yang dialami dalam hidupnya dalam menjaga keimanannya.
Sejak dini menanamkan pengertian tentang “ketulusan, kebaikan, sifat pemaaf dan karakter-karakter moral lain yang baik”. Ketika orang dewasa yang berada di sekitar anak-anak menunjukkan sikap tulus, baik, kasih dan ramah terhadap orang lain, rela berkorban tanpa ego, tanpa disadari, anak akan terpengaruh oleh apa yang didengar dan dilihat, jalur kehidupannya akan memasuki jalur yang benar
Arahkan anak berdasarkan ideologi kepercayaan (agama) yang benar. Kepercayaan yang benar mempunyai kemampuan membersihkan dan menghibur hati manusia, juga merupakan garis pertahanan terakhir norma moral umat manusia, hal ini hendaknya dimasukkan ke dalam kategori pendidikan
4. Ajari anak untuk memaafkan
Cara mendidik anak untuk memiliki Kemampuan memahami emosi sendiri dan orang lain ini bisa diasah sedini mungkin oleh Bunda, bahkan saat si Kecil masih berusia di bawah lima tahun.
5. Berikan si Kecil Contoh Cara Memaafkan
· Proses memaafkan akan lebih mudah dilakukan si Kecil bila dia mempunyai contoh langsung dari orang tuanya. Bunda jangan ragu membiasakan diri meminta maaf bila melakukan hal yang tidak disukai si Kecil. Sehingga si Kecil juga tidak sungkan untuk meminta maaf bila melakukan kesalahan.
· Selain kata, “Ya, saya maafkan” si Kecil juga harus diajari bahwa bahasa tubuh seperti berjabat tangan, atau memeluk juga termasuk cara untuk memaafkan.
· Bunda harus memastikan permintaan maaf juga bersamaan dengan rasa menyesal, jangan sampai permintaan maaf bisa digunakan untuk mengulangi kesalahan yang sama.
6. Belajar Menyalurkan Kemarahan
Beberapa anak cenderung untuk tertutup dan menolak untuk menyalurkan kemarahannya, sehingga proses memaafkan jadi sulit. Bila si Kecil bertipe seperti ini, Bunda harus mengajari bagaimana menyalurkan kemarahannya. Misalnya dengan mengambar, menulis, atau bicara langsung pada orang yang membuatnya marah. Bila dada si Kecil plong, maka akan mudah memaafkan
7. Belajar Bersikap Jujur
Tanamkan sikap jujur pada si Kecil sedini mungkin. Cara mendidik anak dengan baik seperti ini akan membuat si Kecil dengan jujur akan berani untuk berterus terang, terutama pada orang yang membuatnya sakit hati. Misalnya berkata pada temannya, “Kamu jangan dorong-dorong aku lagi. Kalau aku jatuh nanti luka lagi.”
· Dan saat proses memaafkan, Bunda bisa mengajarkan si Kecil untuk memberikan persyaratan atas maafnya tadi. “Jangan kamu ulangi lagi ya?” Dengan begitu, dia bisa yakin kalau temannya tidak akan mengulang kesalahannya lagi. Berani berterus terang juga akan membuat si Kecil berani mengemukakan pendapatnya.
8. Ada Alasan untuk Memaafkan
· Terkadang kesalahan yang terjadi itu tidak disengaja. Jadi tidak ada salahnya Bunda untuk mengajarkan kepada si Kecil kalau temannya mungkin tidak sengaja menyakitinya atau membuatnya marah. Tanamkan kalau semua hal ada alasannya, misalnya “Jangan menangis, Adek masih kecil jadi tidak tahu kalau mainan itu punya Kakak.”
· Dengan adanya alasan untuk memaafkan, si Kecil pasti akan mudah menerima kesalahan orang lain.
9. Belajar Menjadi Kuat
Tanamkan pemikiran ini pada si Kecil, bahwa hanya orang yang kuatlah yang mampu memaafkan kesalahan orang lain. Sementara hanya orang lemah yang tidak mampu memberi maaf kepada orang lain. Tanamkan kalau dirinya adalah orang kuat karenanya harus bisa memaafkan. Dengan demikian si Kecil akan menjadi sosok yang kuat untuk menghadapi rasa sakit hati atau marah.
10 Beri Pujian
Bunda jangan ragu untuk memberinya pujian jika si Kecil sudah berhasil memaafkan temannya. Pujian itu bisa menjadi motivasi untuk bisa memaafkan orang lain lagi bila dia tersakiti.
Mengajarkan si Kecil untuk memaafkan sejak dini memang sangat penting Karena itu akan berpengaruh pada bagaimana si Kecil mengelola kemarahannya dan hubungannya dengan orang lain pada saat dewasa.
#Kajian Parenting Islamiyah
No comments:
Post a Comment