
Assalamualaikum. Wr. Wb.
بسم اللّٰه الرحمن الرحيم
Hampir seluruh penduduk di pelosok tanah air mengenal yang namanya arisan. Arisan yang berkembang di masyarakat bermacam-macam bentuknya. Ada arisan motor, arisan haji, arisan gula, arisan semen dan lain-lain. Ternyata fenomena ini tidak hanya terjadi di negeri ini loh di negara Arab juga telah dikenal sejak abad ke sembilan hijriyah yang dilakukan oleh para wanita Arab dengan istilah jum’iyyah al-muwazhzhafin atau al-qardhu at-ta’awuni, hingga kini fenomena ini masih berkembang dengan pesat. Bila demikian sudah mendunia, tentunya tidak lepas dari perhatian dan penjelasan hukum syar’i bentuk mu’amalah seperti ini oleh para Ulama. Apalagi permasalah ini termasuk kontemporer dan belum ada sebelumnya di masa para salaful ummah dahulu. Fenomena ini demikian semarak dilakukan kaum Muslimin karena adanya kemudahan dan banyak membantu mereka serta bagaimana sebenarnya hukum arisan dalam Islam ?
Secara umum arisan termasuk muamalat yang belum pernah disinggung dalam Al Quran dan as Sunnah secara langsung, maka hukumnya dikembalikan kepada hukum asal muamalah, yakni boleh-boleh saja. Para ulama menyebutkan hal tersebut dengan mengemukakan kaedah fikih yang bunyinya :
الأصل في العقود والمعاملات الحل و الجواز
“Pada dasarnya hukum transaksi dan muamalah itu adalah halal dan boleh.”
( Sa’dudin Muhammad al Kibyi, al Muamalah al Maliyah al Mua’shirah fi Dhaui al Islam, Beirut, 2002, hlm: 75 )
( Sa’dudin Muhammad al Kibyi, al Muamalah al Maliyah al Mua’shirah fi Dhaui al Islam, Beirut, 2002, hlm: 75 )
HAKEKAT ARISAN
Kata Arisan adalah istilah yang berlaku di Indonesia. Dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa arisan adalah pengumpulan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang, lalu diundi diantara mereka. Undian tersebut dilaksanakan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya.
(Kamus Umum Bahasa Indonesia, Wjs. Poerwadarminta, PN Balai Pustaka, 1976 hlm:57)
Hakekat arisan ini adalah setiap orang dari anggotanya meminjamkan uang kepada anggota yang menerimanya dan meminjam dari orang yang sudah menerimanya kecuali orang yang pertama mendapatkan arisan maka ia menjadi orang yang berhutang terus setelah mendapatkan arisan, juga orang yang terakhir mendapatkan arisan, maka ia selalu menjadi pemberi hutang kepada anggota.
Berdasarkan hal ini, apabila salah seorang anggota ingin keluar dari arisan pada putaran pertama diperbolehkan selama belum pernah berhutang (belum menarik arisannya). Apabila telah berhutang maka ia tidak punya hak untuk keluar hingga selesai putaran arisan tersebut sempurna atau melunasi hutang-hutang kepada setiap anggota arisan.
Berdasarkan definisi diatas, para Ulama memberikan beberapa bentuk arisan yang umum beredar di dunia, yaitu :
1⃣➡ Sejumlah orang bersepakat untuk masing-masing mereka membayarkan sejumlah uang yang sama yang dibayarkan pada setiap akhir bulan atau akhir semester dan semisalnya. Kemudian semua uang yang terkumpul dari anggota diserahkan dalam bulan pertama untuk salah seorang dari mereka dan pada bulan berikutnya untuk yang lain dan seterusnya sesuai kesepakatan mereka. Demikian seterusnya hingga setiap orang menerima jumlah uang yang sama dengan yang diterima oleh anggota sebelumnya. Arisan ini bisa berlanjut dalam dua putaran atau lebih tergantung kesepakatan dan keridhaan peserta. Dalam bentuk ini tidak ada syarat harus menyempurnakan satu putaran.
2⃣➡ Bentuk ini menyerupai bentuk yang pertama, namun ada tambahan syarat semua peserta tidak boleh berhenti hingga sempurna satu putaran.
Hukum ARISAN
(Keterangan bagian ke-Satu)
Banyak para ulama berbeda pendapat mengenai hukum Arisan
1⃣ HARAM / Tidak boleh dikerjakan
2⃣ BOLEH dikerjakan / Tidak Haram
2⃣ BOLEH dikerjakan / Tidak Haram
Yuuk... kita lihat bersama sama argumen para ulama fiqih tentang hukum Arisan
⛔1⃣ HARAM / Tidak Boleh dikerjakan
Pendapat pertama mengharamkannya. Inilah pendapat Syaikh Prof.Dr.Shalih bin Abdillah al-Fauzan, Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alu Syaikh (mufti Saudi Arabia sekarang) dan Syaikh Abdurrahman al-Barak.
Argumentasi mereka adalah :
1⃣ Setiap peserta dalam arisan ini hanya menyerahkan uangnya dalam akad hutang bersyarat yaitu menghutangkan dengan syarat diberi hutang juga dari peserta lainnya. Ini adalah hutang yang membawa keuntungan (qardh jarra manfaatan). Padahal para Ulama sepakat semua hutang yang memberikan kemanfaatan maka itu adalah haram dan riba, seperti dinukilkan oleh Ibnu al-Mundzir dalam kitab al-Ijma’, halaman ke-120 dan Ibnu Qudamah dalam al-Mughni 6/346.
2⃣ Hutang yang disyariatkan adalah menghutangkan dengan tujuan mengharap wajah Allah dan membantu meringankan orang yang berhutang. Oleh karena itu dilarang orang yang menghutangkan menjadikan hutang sebagai sarana mengambil keuntungan dari orang yang berhutang.
3⃣ Dalam arisan ada persyaratan akad (transaksi) di atas transaksi. Jadi seperti dua jual beli dalam satu transaksi (bai’atain fi bai’ah) yang dilarang oleh Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘alihi wa sallam yang berbunyi :
نَهَى النَّبِيُّ صلّ الله عليه وسلّم عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِيْ بَيْعَةٍ
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dua jual beli dalam satu jual beli.
[HR. Ahmad dan dihasankan Syaikh al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil 5/149]
[HR. Ahmad dan dihasankan Syaikh al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil 5/149]
➡ Ini adalah pendapat sekelompok Ulama yang pertama, sedangkan kelompok Ulama yang lain berpendapat bahwa arisan itu BOLEH dilakukan.
Mau tau alasan Ulama yang membolehkan ARISAN ? atau sudah cape yaah membacanyanya ?
Sama... saya juga cape ngetiknya
Sama... saya juga cape ngetiknya
Tapi ga papa... Semoga cape kita dalam menuntut ilmu, mendatangkan keridhoan Allah swt. Aamiin. ☺
Oke... Kita lanjut keterangan Ulama yang membolehkan ARISAN
✅2⃣ BOLEH / Tidak Haram
♀ Inilah fatwa dari al-hafizh Abu Zur’ah al-‘raqi (wafat tahun 826), (lihat Hasyiyah al-Qalyubi 2/258) fatwa mayoritas anggota dewan majlis Ulama besar (Hai’ah Kibaar al-Ulama) Saudi Arabia, diantara mereka Syaikh Abdulaziz bin Baz (mufti Saudi Arabia terdahulu) dan Syaikh Muhammad bin shalih al-Utsaimin serta Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Jibrin.
Argumentasi mereka adalah :
1⃣ Bentuk seperti ini termasuk yang diperbolehkan syariat, karena hutang yang membantu meringankan orang yang berhutang. Orang yang berhutang dapat memanfaatkan uang tersebut dalam waktu tertentu kemudian ia mengembalikannya sesuai dengan jumlah uang yang diambilnya tanpa ada penambahan dan pengurangan. Inilah hakekat hutang (al-qardh al-mu’tad) yang sudah diperbolehkan berdasarkan nash-nash syariat dan ijma’ para Ulama. Arisan adalah salah satu bentuk hutang. Hutang dalam arisan serupa dengan hutang-hutang biasa, hanya saja dalam arisan berkumpul padanya hutang dan menghutangkan (piutang) serta pemanfaatan lebih dari seorang. Namun kondisi ini tidak menyebabkan dia terlepas dari hakekat dan penamaan hutang.
Hadits Abu Darda’ ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :
ما أحل الله في كتابه فهو حلال وما حرم فهو حرام وما سكت عنه فهو عفو فاقبلوا من الله عافيته فإن الله لم يكن لينسى شيئاً وتلا قوله تعالى:( وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا ) سورة مريم الآية 64
“Apa yang dihalalkan Allah di dalam kitab-Nya, maka hukumnya halal, dan apa yang diharamkannya, maka hukumnya haram. Adapun sesuatu yang tidak dibicarakannya, maka dianggap sesuatu pemberian, maka terimalah pemberiannya, karena Allah tidaklah lupa terhadap sesuatu.
Kemudian beliau membaca firman Allah SWT (Dan tidaklah sekali-kali Rabb-mu itu lupa)-Qs Maryam: 64-”
(HR al Hakim, dan beliau mengatakan shahih isnadnya, dan disetujui oleh Imam Adz Dzahabi)
(HR al Hakim, dan beliau mengatakan shahih isnadnya, dan disetujui oleh Imam Adz Dzahabi)
2⃣ Hukum asal dalam transaksi muamalah adalah halal. Semua transaksi yang tidak ada dalil syariat yang mengharamkannya diperbolehkan. Anggap saja arisan ini tidak termasuk jenis hutang, maka ia tetap pada hukum asalnya yaitu diperbolehkan selama tidak ada dalil shahih yang melarangnya.
Kaedah fikih yang bunyinya:
الأصل في العقود والمعاملات الحل و الجواز
“Pada dasarnya hukum transaksi dan muamalah itu adalah halal dan boleh.”
( Sa’dudin Muhammad al Kibyi, al Muamalah al Maliyah al Mua’shirah fi Dhaui al Islam, Beirut, 2002, hlm: 75 )
( Sa’dudin Muhammad al Kibyi, al Muamalah al Maliyah al Mua’shirah fi Dhaui al Islam, Beirut, 2002, hlm: 75 )
3⃣ Arisan berisi unsur kerjasama, tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa, karena ia adalah salah satu cara menutupi kebutuhan orang yang butuh dan menolong mereka untuk menjauhi mu’amalat terlarang.
Sesuai firman Allah swt :
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
” Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran . ”
( Qs Al Maidah: 2 )
( Qs Al Maidah: 2 )
Ayat di atas memerintahkan kita untuk saling menolong dalam kebaikan, sedangkan tujuan “arisan” itu sendiri adalah menolong orang yang membutuhkan dengan cara iuran rutin dan bergiliran untuk mendapatkannya, maka termasuk dalam kategori tolong menolong yang tidak melanggar perintah Allah SWT.
4⃣ Manfaat yang didapatkan dari arisan ini tidak mengurangi sedikit pun harta orang yang minjam uang dan kadang orang minjam mendapatkan manfaat yang sama atau hampir sama dengan yang lainnya. Sehingga mashlahat (kebaikannya) didapatkan dan akan dirasakan oleh seluruh peserta arisan dan tidak ada seorang pun yang mengalami kerugian atau mendapatkan tambahan manfaat pada pemberi hutangan yang menjadi tanggungan peminjam. Syariat yang suci ini tidak akan mengharamkan kemashlahatan yang tidak berisi kemudharatan.
5⃣ Tidak ada unsur judi.
Hadits Aisyah R.ha, ia berkata :
أَقْرَعَ بَيْنَ نِسَائِهِ فَطَارَتْ الْقُرْعَةُ عَلَى عَائِشَةَ وَحَفْصَةَ فَخَرَجَتَا مَعَهُ جَمِيعًا
” Rasullulah SAW apabila pergi, beliau mengadakan undian di antara istri-istrinya, lalu jatuhlah undian itu pada Aisyah dan Hafsah, maka kami pun bersama beliau.”
( HR Muslim, no: 4477)
( HR Muslim, no: 4477)
6⃣ Pendapat para ulama tentang arisan, diantaranya adalah pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin dan Sheikh Ibnu Jibrin serta mayoritas ulama-ulama senior. ( Dr. Khalid bin Ali Al Mushayqih, al Mua’amalah al Maliyah al Mu’ashirah
( Fikh Muamalat Masa Kini ), hlm: 69 )
( Fikh Muamalat Masa Kini ), hlm: 69 )
Syekh Ibnu Utsaimin berkata:
“Arisan hukumnya adalah boleh, tidak terlarang. Barangsiapa mengira bahwa arisan termasuk kategori memberikan pinjaman dengan mengambil manfaat maka anggapan tersebut adalah keliru, sebab semua anggota arisan akan mendapatkan bagiannya sesuai dengan gilirannya masing-masing”.
(Syarh Riyadhus Sholihin, Ibnu Utsaimin: 1/838)
(Syarh Riyadhus Sholihin, Ibnu Utsaimin: 1/838)
Jadi hukum arisan secara umum, yaitu boleh. Akan tetapi meskipun begitu, ada sebagian bentuk arisan yang diharamkan dalam Islam, disebabkan mengandung riba, penipuan dan merugikan pihak lain.
PENDAPAT YANG RAJIH
Setelah melihat argumentasi para Ulama di atas, penulis buku Jum’iyyah al-Muwadzafin Prof.DR.Abdullah bin Abulaziz al-Jibrin merajihkan pendapat yang membolehkan dengan alasan :
1⃣ Kuatnya argumentasi pendapat yang membolehkan melakukan Arisan.
2⃣ Lemahnya pendapat yang mengharamkan melakukan Arisan
Karena :
Alasan pertama pendapat ini lemah disebabkan arisan tidak termasuk hutang bersyarat.
Alasan kedua juga lemah karena hutang diperbolehkan walaupun tidak diniatkan mendapatkan pahala dan keridhaan Allah. Karena hutang pada hakekatnya disyariatkan untuk membantu orang yang membutuhkannya.
Alasan ketiga juga lemah karena hadits larangan dua jual beli dalam satu akad tidak pas diterapkan pada arisan ini.
3⃣ Pendapat yang membolehkan lebih pas dan sesuai dengan ushul dan kaedah syariat, karena seluruh syariat dibangun di atas dasar “mengambil maslahat dan menolak kemudharatan dan kerusakan”.
➡ Dengan demikian jelaslah hukum Arisan tanpa syarat yang menjadi bentuk pertama ini hukumnya adalah boleh.
(Keterangan Bagian ke-Dua)
HUKUM BENTUK KEDUA YAITU ARISAN DENGAN SYARAT HARUS SEMPURNA SATU PUTARAN
Dalam bentuk yang kedua ini, para Ulama pun berbeda pendapat sama dengan bentuk yang pertama. Pendapat yang mengharamkannya menganalogikan (qiyas) kepada pengahraman bentuk pertama. Sehingga argumentasi seputar pengaharaman bentuk ini sama dengan bentuk yang pertama dengan ditambahkan adanya syarat tambahan syarat manfaat untuk yang menghutangkan. Syarat tambahan itu adalah adanya pihak ketiga atau lebih yang meminjamkan uangnya (dengan membayar iuran arisan tersebut). Ini tidak diperbolehkan karena riba disebabkan adanya tambahan manfaat keuntungan yang didapatkan oleh pemberi hutang.
Pendapat ini dapat dijawab bahwa syarat yang disepakati para Ulama dalam mengaharamkan dan memberlakukan hukum riba pada sesuatu adalah adanya penetapan syarat manfaat berupa keuntungan yang dirasakan dan diperoleh oleh pemberi hutang dari orang yang berhutang hanya karena semata-mata hutang. Dan ini tidak ada dalam bentuk arisan ini; karena manfaat keuntungan yang disyaratkan disini tidak diberikan oleh penghutang sama sekali dan juga manfaat keuntungannya dirasakan oleh semua peserta arisan kecuali yang dapat urutan terakhir karena ia hanya memberikan hutang terus dan tidak berhutang kepada yang lainnya.
Oleh sebab itu, Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syaikh Abdullah bin Jibrin membolehkan arisan bentuk ini.
PENDAPAT YANG RAJIH
Prof. DR. Abdullah Ali Jibrin setelah meneliti dan menjelaskan argumentasi para Ulama seputar masalah ini, beliau mengatakan,”Belum nampak bagiku adanya faktor yang menyebabkan terlarangnya arisan yang bersyarat seperti ini. Tidak ada dalil kuat yang dapat dijadikan sandaran dalam mengharamkannya. Hukum asal dalam mu’amalat itu halal. Arisan ini memiliki manfaat untuk semua pesertanya tanpa menimbulkan madharat pada salah satu dari mereka.
(Jum’iyyah al-Muwadzaffin,hlm 53).
(Jum’iyyah al-Muwadzaffin,hlm 53).
✅ Dengan demikian bentuk kedua inipun diperbolehkan secara syariat.
Acara ARISAN bisa mendapatkan DOSA dan bisa mendapatkan PAHALA
Acara Arisan mengakibatkan DOSA, jika :
➡ Terdapat acara kemaksiatan didalamnya.
➡ Menjadi ajang pamer harta, sombong sombongan, dll
➡ Berkumpul membicarakan orang lain (Ghobah / Ghosip)
➡ Terdapat acara kemaksiatan didalamnya.
➡ Menjadi ajang pamer harta, sombong sombongan, dll
➡ Berkumpul membicarakan orang lain (Ghobah / Ghosip)
✅ Acara Arisan mendatangkan Pahala dan keberkahan, Jika :
➡ Berkumpul untuk menjalin tali silaturahmi
➡ Tidak ada kegiatan kemaksiatan didalam acara tersebut
➡ Terdapat kegiatan yang positif dalam acara tersebut, seperti tilawah Al Quran, santunan anak yatim. dll
➡ Berkumpul untuk menjalin tali silaturahmi
➡ Tidak ada kegiatan kemaksiatan didalam acara tersebut
➡ Terdapat kegiatan yang positif dalam acara tersebut, seperti tilawah Al Quran, santunan anak yatim. dll
Anjuran para Ulama tentang Arisan
Sebaiknya jangan melakukan Arisan, karena Arisan adalah membuka pintu HUTANG dan jika Malaikat Izroil menjemput kita sedangkan kita masih punya HUTANG itu akan menjadi beban kepada Ahli Waris.
Sebaiknya jangan melakukan Arisan, karena Arisan adalah membuka pintu HUTANG dan jika Malaikat Izroil menjemput kita sedangkan kita masih punya HUTANG itu akan menjadi beban kepada Ahli Waris.
Umur manusia tidak ada yang tau sampai kapan.
Alhamdulillah...
Insya Allah kajian tentang Arisan cukup sampai disini, jika ada kesalahan itu datangnya dari kedhoifan saya, dan jika ada kebaikan itu datang dari kesempurnaan Allah swt.
Insya Allah kajian tentang Arisan cukup sampai disini, jika ada kesalahan itu datangnya dari kedhoifan saya, dan jika ada kebaikan itu datang dari kesempurnaan Allah swt.
Wassalamu'alaikum. Wr.Wb
No comments:
Post a Comment