*GENERASI ALAY*
Pemateri: Bunda Sri Widayati
Edisi: 14 Juli 2018
At-Taĥrīm 6 : "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
Saat ini generasi muda dalam kondisi yang memprihatinkan. Syabab (pemuda) yang seharusnya memberikan sumbangsih positif terhadap negeri dan agama justru tidak memiliki kepribadian yang kuat yang bisa bertahan dari gempuran berbagai serangan.
Kebanyakan remaja yang kebablasan itu adalah remaja Islam yang terjerumus mengikuti gaya hidup bebas ala Barat. Hampir saja identitas Muslim tergerus, Barat dijadikan kiblat dalam menjalani kehidupan. Halal dan haram tidak lagi dijadikan sebagai standar berbuat. Yang penting trendi dan bisa meraih eksistensi.
Simak saja di dunia maya, yang menjadi ajang ekspresi sangat merasakan hebohnya pemberitaan sosok Bowo Alpenliebe yang mendadak viral bermodal aplikasi Tik Tok. Remaja 13 tahun yang bernama asli Prabowo Mondardo dan masih duduk di kelas VIII SMP ini membuat gempar dunia instagram karena menjadi seleb di “aplikasi alay”. Followernya pun sudah mencapai 400 ribuan.
Bagi yang masih asing dengan aplikasi TikTok yang sedang hits dan belakangan diblokir di Indonesia ini, perlu diketahui aplikasi ini adalah aplikasi yang memberikan special effects unik dan menarik yang dapat digunakan oleh penggunanya dengan mudah untuk membuat video pendek serta dapat dipamerkan kepada teman-teman atau pengguna lainnya.
Aplikasi sosial video pendek (yang lagi-lagi) dikembangkan oleh Cina ini memiliki dukungan musik yang banyak sehingga penggunanya dapat melakukan performanya dengan tarian, gaya bebas, dll sebagaimana yang dilakukan oleh Bowo.
Generasi alay kebablasan
Bowo hanyalah satu dari sekian banyak artis dadakan di dunia maya. Viralnya Bowo pun bukanlah fenomena baru. Pasti kita masih ingat Sinta dan Jojo, dua remaja yang mendadak tenar dengan lipsing ‘Keong Racun’nya. Kita juga tak asing dengan nama Awkarin, Yusi Fadila dan yang tidak lama sebelum ini adalah sosok Nuraini yang mendadak ‘ngartis’ berkat aksinya di dunia maya dengan artis favoritnya.
Hanya saja sejak kehadiran aplikasi Tik Tok hingga naik daun di Indonesia, aplikasi ini kebanyakan menghadirkan anak-anak muda alay yang cuma joget-joget tak jelas dan tentu miskin manfaat. Parahnya pengguna aplikasi Tik Tok ini banyak juga dari kalangan remaja putri yang dengan bangga memamerkan tubuh yang seharusnya bukan menjadi konsumsi publik. Bahkan berikutnya para remaja berkerudung pun turut berjingkrak-jingkrak meramaikan dunia Tik Tok. Inilah yang sangat membuat miris. Menyaksikan fakta generasi Bowo di zaman now yang sibuk dengan aktifitas hura-hura, miskin faedah.
Yang lebih membuat miris hingga mengiris hati ini adalah menyaksikan tingkah laku para fans Bowo. Mereka begitu fanatiknya dalam mengidolakan figur Bowo. Di akun-akun para penggemar Bowo itu bertebaran ungkapan-ungkapan yang di luar batas. Seperti: “Kak Bowo ganteng banget. Saya rela ga masuk surga asal perawanku pecah sama Kak Bowo”. “Ambil aja keperawananku untuk kaka aku iklas”, “Bikin agama baru yuk, Kak Bowo Tuhannya, kita semua umatnya. Yang mau jadi Nabinya chat aku ya.” “tiada yang hebat selain tuhan kita Bowohuakbar”, “Tiada tuhan selain Bowo kalian harus tunduk sama Bowo tuhanquee. Yang ga tunduk kalian masuk neraka jahanam ya…” dan lain sebagainya.
Astagfirullah… inilah fenomena remaja kebablasan yang sangat memprihatinkan. Inilah bukti semakin menjamurnya generasi alay yang abai terhadap identitas dirinya. Bahkan abai terhadap kehidupannya.
Belum lagi demi jumpa dengan Bowo dalam kesempatan meet and greet yang bertarif 80.000 sampai 100 ribu rupiah, banyak fansnya yang keblinger. Ada yang mengatakan “aku rela jual ginjal ibuku untuk ketemu sama kak Bowo”. Sempat viral juga curhatan seorang ayah yang mengeluhkan kelakuan anaknya yang fans berat Bowo. "Anak saya sudah tergila gila sama bowo. Sampai maling duit saya di laci 500 ribu untuk ketemu Bowo padahal buat bayar kontrakan”. Sungguh tak masuk akal sehat. Rela melakukan apa pun demi sekedar bertemu seorang fans yang tak kenal dengan dirinya.
Biang keladi Generai Alay
Sejatinya Bowo dan para selebgram lainnya adalah korban kemajuan teknologi di era globalisasi, sementara fansnya adalah mengagungkan kebebasan. Inilah buah nyata dari sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya sebatas ritual, disepelekan, bahkan dihinakan. Hasilnya, remaja zaman now mengalami krisis identitas. Tidak memahami jati dirinya. Jauh dari agama dan lebih memilih gaya hidup bebas sebebas-bebasnya, semaunya, dan kebablasan.
Sebaliknya, mudharat atau kerusakan siap menerkam dan mencabik-cabik remaja Islam. Hidup tanpa aturan Sang Pencipta memang ibarat hidup dalam rimba. Semrawut tak tentu arah dan menghantarkan pada binasa. Karena begitulah hakikat kebebasan, biang dari kebinasaan.
Penggunaan media yang menguntungkan tanpa melihat dampak media bagi generasi.
Penggunaan media tanpa batas seperti pada aplikasi Tik Tok di kalangan remaja terus dieksplor untuk memenuhi hasrat para kapital. Terbukti ketika aplikasi tik tok diblokir, namun karena desakan para kapitalis Cina yang tak ingin merugi, penguasa negeri ini menjanjikan aplikasi ini akan dibuka kembali aksesnya dengan catatan pihak pengelola memperbaiki konten aplikasinya
Maka disadari atau tidak, sebenarnya dengan "kebebasan" baik dalam berpikir,bertingkah laku, berpendapat bahkan beragama yang membidani lahirnya generasi ‘Bowo’ yang alay dan abai ini. Bahkan gonta ganti agama bak membeli baju. Jika kondisi ini terus terjadi akibat jauhnya generasi dari Islam , tak menutup kemungkinan the next ‘Bowo’ akan terus tumbuh subur bahkan lebih hancur dari yang sudah ada.
Tanggung jawab siapa?
Sebagai seorang muslim sudah seharusnya tata nilai agama dijadikan standar dalam memilih dan memilah hal-hal positif dan negatif dari globalisasi, termasuk media. Tak dipungkiri lingkungan keluarga, yaitu orang tua khususnya Ibu sebagai sekolah yang pertama dan utama bagi anak sangat bertangungjawab dalam mempengaruhi standarisasi anak-anaknya.
Apalagi di masa remaja, dimana mereka dalam fase mencari pengakuan diri, sangat penting bagi para orang tua memberikan apresiasi dan menanamkan tentang hakikat diri. Orangtualah yang memiliki andil sangat besar dalam meletakkan dasar-dasar kepribadian Islam sejak awal, agar remaja memiliki cara berfikir dan bersikap yang dilandasi oleh akidah Islam.
Penanaman nilai keimanan oleh orang tua yang ditempuh melalui kesadaran merupakan bagian terpenting dan paling mendasar. Orang tua harus meyakinkan anaknya bahwa manusia adalah makhluk Allah Subhanahu wa ta'ala, tujuan hidup untuk beribadah kepada Allah, dan setelah kehidupan akan ada balasan atas perbuatan manusia baik ataupun buruk. Selanjutnya mereka ditanamkan pula hal-hal yang diperintahkan agama untuk dilakukan (wajib), hal-hal yang dilarang (haram) ataupun yang berbentuk pilihan (mubah), yaitu yang bermanfaat dilakukan dan menghindari yang tidak bermanfaat.
Walhasil di saat mencapai usia baligh seperti remaja saat ini mereka telah memiliki prinsip dan sikap hidup yang kuat. Mereka tahu pasti apa yang seharusnya mereka lakukan dan akan mereka capai di masa yang akan datang. Bahkan mereka tahu apa konsekwensi dari setiap perbuatan yang dilakukannya baik di dunia maupun di akhirat. Inilah yang akan menjadi imunitas terkuat yang dimiliki remaja ketika dihadapkan pada nilai-nilai tertentu di era globalisasi ini. Secara otomatis akan terjadi filterisasi nilai baik ataupun buruk dengan standar agama. Dengan demikian remaja akan memiliki identitas diri yang jelas dan tidak terjebak dalam perilaku alay seperti remaja pegiat Tik Tok saat ini.
Peran lingkungan juga tak kalah penting. Dalam pembentukan seorang remaja menjadi insan mulia yang memiliki identitas dan hakikat diri, tak cukup sekadar peran keluarga. Sangat diperlukan juga lingkungan yang mendukung. Sulit mendidik mereka taat agama saat lingkungan justru menampilkan sebaliknya. Maka lingkungan pendidikan (sekolah) dan lingkungan masyarakat sangat penting dan strategis.
Adapun sekolah, perannya adalah memberlakukan kurikulum pendidikan yang mampu menghasilkan anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa. Sehingga setiap materi yang diberikan di sekolah selayaknya mencakup peningkatan kemampuan anak didik dalam setiap aspek kecerdasan, yaitu aspek spiritual, sekaligus intelektual maupun emosional. Ketika guru di sekolah hanya menekankan aspek intelektual.
Sementara peran masyarakat juga tak kalah pentingnya, sebab kondisi lingkungan di sekitar remaja akan turut memberikan warna bagi perkembangan kepribadiannya. Sekalipun kita menyadari bahwa di mana pun saat ini hampir tak ada tempat yang steril dari teladan-teladan negatif. Buktinya banyak sekali tempat-tempat umum yang mempertontonkan berbagai aksi pelanggaran terhadap ajaran agama. Sudah selayaknya kita membangun masyarakat yang memiliki kontrol sosial, yang tidak cuek bebek bahkan mendukung kemaksiatan.
Islam yang telah terbukti secara fakta historis mampu mencetak generasi tangguh seperti Ali bin Abi Thalib yang senantiasa mendampingi Rasulullah saw dalam dakwah, Mushab bin Umair yang menjadikan Madinah menerima Islam, Khalid bin Walid panglima yang tangguh,serta Muhammad Al Fatih yang menaklukkan Konstantinopel.
Semoga dengan Islam tak akan ada lagi generasi alay yang abai pada Rabbnya, digantikan dengan generasi tangguh, yang siap bersungguh-sungguh membangun peradaban cemerlang.
No comments:
Post a Comment