Berwakaf Sebagai Gaya Hidup - FKDI Indonesia

Wednesday, October 30, 2019

Berwakaf Sebagai Gaya Hidup


Pemateri : Herman Budianto, MSi
Edisi: 15 September 2019


Semua orang menginginkan bahagia. Akan tetapi setiap orang memiliki cara tersendiri untuk mendapatkan kebahagiaan. Kemana dan bagaimana mencari jalan kebahagiaan sangat tergantung dengan kadar pemahaman seseorang terhadap ideology atau agamanya. Semakin paham seseorang dengan nilai agama,maka akan semakin terarah dalam mencari kebahagiaan. Dan demikian juga sebaliknya, semakin jauh seseorang dengan nilai agama, maka akan semakin jauh dari jalur kebahagiaan dan akan terjebak dalam lubang kebahagiaan semu. Ironisnya sekarang ini peminat kebahagiaan semu ini menempati rating pertama dalam kehidupan.

Mengapa bisa demikian? karena semua produk kebahagiaan semu ini dikemas dengan cover yang menarik serta adanya skenario strategis untuk menyuapkan budaya tersebut kepada kita semua sehingga perlahan tapi pasti, sikap hidup seperti ini akan menciptakan manusia-manusia yang hedonis, yang menjadikan materi sebagai tuhannya.

" Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah suatu kesenangan dan permainan belaka. Dan sesunggunya negeri akhirat, itulah kehidupan yang sebenarnya jika mereka mengetahui." (QS Al Ankabut : 64).

Jika kita renungkan ayat di atas, maka seharusnya kita tersadar bahwa Allah telah memberikan peringatan dini kepada kita agar tidak terjebak dengan kesenangan semu duniawi.Tetapi mengapa peringatan Allah ini seakan sepi dari peminat ? Tentu akan mudah kita dapatkan jawabannya, karena surga itu sesuatu yang belum nyata (intangible), walaupun Allah serta RosulNya sudah menggambarkan indah dan nikmatnya surga, tetapi karena keterbatasan indera mata kita belum mampu merasakannya. 

Manusia lebih condong kepada imbalan yang bersifat tangible dan instant. Oleh karena itu manusia memerlukan stimulus lain untuk selalu mengingat peringatan Allah tersebut.Dan salah satu stimulus itu tidak lain dan tidak bukan adalah manusia-manusia lain disekitar kita.

Asy Syahid Sayid Qutb, dalam tafsir Fii Dzilali Qur'an mengatakan bahwa buah nyata dari iman adalah amal sholeh, yaitu amal kebaikan yang dapat kita lakukan baik kepada Allah ataupun kepada manusia. Dan seiring dengan hal tersebut, Ust Anis Matta, Lc dalam menafsirkan surat Al Ashr mengatakan bahwa iman dan amal sholeh adalah ciri kesholehan individu, dan untuk menjadi sholeh secara sosial maka manusia harus melakukan transfer iman dan kenikmatan yang diterimanya kepada manusia lain, sehingga orang lain dapat merasakan nikmat yang  sama dengan yang kita rasakan.
Kalau kita renungkan dari tafsir kedua tokoh muslim tersebut, maka dapat dikatakan bahwa untuk dapat memotivasi diri selalu ingat kepada peringatan Allah tentang dunia maka kita dapat menstimulus diri kita dengan memperbanyak amal kebaikan dengan cara mentransfer kenikmatan yang kita miliki kepada orang lain yang belum merasakan kenikmatan seperti yang kita rasakan. 

Kita dapat memberikan sebagian harta terbaik kita kepada saudara kita yang kekurangan, terkena bencana, pengangguran dan lain-lain. Tentu harta tersebut sangat berharga dan lebih bermanfaat untuk mereka dari pada harta tersebut kita hamburkan hanya untuk kepuasan sesaat. Kita dapat merasakan kebahagiaan dari kebahagiaan yang mereka rasakan, merasakan indahnya senyum dan keceriaan mereka dan tidak akan kita lihat lagi mata yang penuh kebencian, kecemburuan dan penderitaan.

Memang tidaklah mudah kita memulai semua itu, karena salah sifat yang diberikan Allah kepada kita adalah kecintaan yang berlebih kepada harta. Tetapi sekali kita berani melakukan, yaitu memberikan harta yang terbaik dan bukan hanya sekedar recehan, maka seterusnya akan ringan untuk melakukannya, atau bahkan akan terasa ada sesuatu yang hilang apabila kita belum melakukannya. Dan alangkah indahnya kalau kebiasaan memberi yang terbaik dari yang kita miliki menjadi sebuah kebiasaan atau bahkan sebuah gaya hidup. Gaya hidup para intelektual, eksekutif, selebritis dan seluruh lapisan masyarakat, sehingga menjadikan sedekah baik berupa infak atau wakaf akan menjadi lebih berkelas dan tidak selalu identik dengan budaya recehan. Seperti yang dilakukan para salafush sholeh yang telah mewakafkan ribuan dinar, ratusan onta, kuda, emas, kebun dan barang berharga lainnya. Kalau para orang sholeh terdahulu sudah mampu melakukannya, bagaimana dengan kita ?

Kebahagiaan dunia akan kita dapatkan dan nanti di akhirat para pecinta sedekah akan dipanggil oleh Allah masuk ke surga melalui pintu sedekah, seperti yang disebutkan dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa memberi nafkah isterinya di jalan Alah, maka akan dipanggil dari pintu surga, 'Wahai Hamba Allah! Ini adalah pintu kebaikan.' Barangsiapa termasuk ahli salat, maka akan dipanggil dari pintu al-Shalah. Barangsiapa termasuk ahli jihad, maka akan dipanggil dari pintu al-Jihad. Barangsiapa termasuk ahli puasa, maka akan dipanggil dari pintu al-Rayyan. Dan barangsiapa termasuk ahli sedekah, maka akan dipanggil dari pintu al-Shadaqah...." (HR. Al-Bukhari).

No comments:

Post a Comment