بِسمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Meraih Hati Yang Tawadhu
إن الحمد لله نحمده و نستعينه و نستغفره و نعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له و من يضلل فلا هادي له و أشهد ألا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده و رسوله صلى الله عليه و سلم أما بعد
Segala puji milik Allah. Kami memohon pertolongan-Nya, dan mohon ampun kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diriku dan keburukan amalku. Barang siapa yang diberi petunjuk Allah maka tidak ada siapapun yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan Allah maka tidak ada siapapun yang dapat menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, aku mengesakan-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya. Dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad itu hamba-Nya dan rasul-Nya. Semoga shalawat dan salam tercurah untuknya.
Akhwaaty fillah rahimakumullah,
Mengawali taushiyyah kali ini saya ingin menceritakan kisah khalifah Umar bin Abdul Aziz yang menggambarkan betapa tawadhu’nya beliau sebagai seorang pemimpin kaum muslim kala itu. Kisah tersebut terjadi ketika suatu malam ada seseorang yang bertamu ke rumah Umar bin Aziz. Kala itu sang khalifah sedang menulis di tengah kondisi cahaya lampu yang mulai redup. Sang tamu yang melihat keadaan itu kemudian ingin memperbaiki lampu tersebut, namun hal itu dicegah oleh sang khalifah. Khalifah Umar bin Abdul Aziz ingin memuliakan tamunya sehingga tidak memperbolehkan tamunya merepotkan diri untuk membenahi lampu yang mulai redup itu. Sang tamu tak berhenti sampai di situ, ia kemudian menganjurkan agar Umar bin Abdul Aziz membangunkan pembantu beliau, namun anjuran si tamu juga ditolak oleh sang khalifah. Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak ingin mengganggu pembantunya beristirahat. Hingga pada akhirnya sang khalifah sendiri yang turun tangan memperbaiki lampu tersebut.
Betapa luar biasanya akhlak tawadhu' yang dicontohkan beliau. Tentunya akhlak tersebut akan mendatangkan cinta manusia dan cinta dari Rabb pencipta alam semesta. Betapa kita mendambakan pemimpin seperti beliau. Semoga Allah berikan kepada kita pemimpin seperti beliau di tengah-tengah kita.
Akhwaaty fillah yang dimuliakan Allah,
Agar lebih memahami kata tawadhu' yang sering kita dengar, mari kita bahas definifi tawadhu' itu.Tawadhu’ berasal dari wada’a yang berarti ‘merendahkan’. Atau kita biasa mengartikan dengan rendah hati (bukan rendah diri).Tawadhu; merupakan perangai merendahkan kelebihan, menundukkan hati agar tidak menunjukkan ia lebih baik dari pada orang lain. Lawan kata tawadhu' adalah kibr yang artinya sombong. Dikatakan tawadhu' jika seseorang memiliki kelebihan namun dia tidak menampakkan dirinya lebih baik daripada orang lain. Misalnya lebih dalam hal harta, ilmu, pangkat, kekuasaan, pengaruh, ketampanan, dsb. Tidak dikatakan tawadhu' jika seseorang tidak memiliki kelebihan tersebut untuk dia tunjukkan.
Belajar memiliki karakter tawadhu’ menjauhkan seseorang dari sifat sombong. Dan hal ini memerlukan mujaahadatun nafs (kesungguhan jiwa). Karena kebanyakan manusia suka untuk membanggakan diri dan menonjolkan kelebihan dirinya. Sedangkan Allah tidak menyukai orang yang menyombongkan diri. Sebagaimana Iblis dikeluarkan dari surga karena sifat sombongnya.
Mengenai keutamaan tawadhu' Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّه
ُ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim). Yang dimaksudkan di sini, Allah akan meninggikan derajatnya di dunia maupun di akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya mulia, Allah pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan kedudukannya akhirnya semakin mulia. Sedangkan di akhirat, Allah akan memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena sifat tawadhu’nya di dunia (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim)
Beberapa perkataan ulama tentang tawadhu' :
قال الحسن رحمه الله: هل تدرون ما التواضع؟ التواضع: أن تخرج من منزلك فلا تلقى مسلماً إلا رأيت له عليك فضلاً .
Al Hasan Al Bashri berkata, “Tahukah kalian apa itu tawadhu’? Tawadhu’ adalah engkau keluar dari kediamanmu lantas engkau bertemu seorang muslim. Kemudian engkau merasa bahwa ia lebih mulia darimu.”
يقول الشافعي: « أرفع الناس قدرا : من لا يرى قدره ، وأكبر الناس فضلا : من لا يرى فضله »
Imam Asy Syafi’i berkata, “Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah menampakkan kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah menampakkan kemuliannya.” (Syu’abul Iman, Al Baihaqi)
قال عبد الله بن المبارك: “رأسُ التواضعِ أن تضَع نفسَك عند من هو دونك في نعمةِ الله حتى تعلِمَه أن ليس لك بدنياك عليه فضل
‘Abdullah bin Al Mubarrok berkata, “Puncak dari tawadhu’ adalah engkau meletakkan dirimu di bawah orang yang lebih rendah darimu dalam nikmat Allah, sampai-sampai engkau memberitahukannya bahwa engkau tidaklah semulia dirinya.” (Syu’abul Iman, Al Baihaqi)
قال سفيان بن عيينة: من كانت معصيته في شهوة فارج له التوبة فإن آدم عليه السلام عصى مشتهياً فاستغفر فغفر له، فإذا كانت معصيته من كبر فاخش عليه اللعنة. فإن إبليس عصى مستكبراً فلعن.
Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Siapa yang maksiatnya karena syahwat, maka taubat akan membebaskan dirinya. Buktinya saja Nabi Adam ‘alaihis salam bermaksiat karena nafsu syahwatnya, lalu ia bersitighfar (memohon ampun pada Allah), Allah pun akhirnya mengampuninya. Namun, jika siapa yang maksiatnyay karena sifat sombong (lawan dari tawadhu’), khawatirlah karena laknat Allah akan menimpanya. Ingatlah bahwa Iblis itu bermaksiat karena sombong (takabbur), lantas Allah pun melaknatnya.”
قال أبو بكر الصديق: وجدنا الكرم في التقوى ، والغنى في اليقين ، والشرف في التواضع.
Abu Bakr Ash Shiddiq berkata, “Kami dapati kemuliaan itu datang dari sifat takwa, qona’ah (merasa cukup) muncul karena yakin (pada apa yang ada di sisi Allah), kedudukan mulia didapati dari sifat tawadhu’.”
قال عروة بن الورد :التواضع أحد مصائد الشرف، وكل نعمة محسود عليها إلا التواضع.
‘Urwah bin Al Warid berkata, “Tawadhu’ adalah salah satu jalan menuju kemuliaan. Setiap nikmat pasti ada yang merasa iri kecuali pada sifat tawadhu’.”
Kiat meraih hati yang tawadhu' :
1. Sesungguhnya kekayaan,ilmu, ketampanan, harta, jabatan, dsb adalah karunia dari Allah kepada siapa yang ia kehendaki. Kita semua terlahir tanpa membawa apa-apa. Oleh karena itu, semua kelebihan tersebut adalah anugerah yang perlu kita syukuri, bukan untuk kita banggakan. Karena Allah-lah sumber itu semua, maka yang berhak sombong hanyalah Allah pemilik segala kelebihan tersebut. Hanya kepada dan milik Dia-lah segala pujian yang layak. Oleh karena itu tanamkan dalam hati bahwa tidak layak bagi kita untuk menyombongkan diri.
2. Pahami keutamaan tawadhu' dan akibat dari sifat sombong di dunia dan akhirat.
3. Berdoalah agar Allah karuniakan sifat tawadhu' kepada kita dan dipelihara Allah dari sifat sombong.
4. Bergaullah dengan orang – orang sholih yang menghiasi dirinya dengan sifat tawadhu'.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Semoga dapat bermanfaat dan menjadi pengingat kita. Semoga Allah Subhanahu wa ta'alaa memberi taufiq kepada kita untuk dapat mengamalkannya dan termasuk kedalam golongan hamba-Nya yang tawadhu'.
ﺃﻗﻮﻝ ﻗﻮﻟﻲ ﻫﺬﺍ ﺃﺳﺘﻐﻔﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻲ و ﻟﻜﻦ ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺍﻧﻔﻌﻨﺎ ﺑﻤﺎ ﻋﻠﻤﺘﻨﺎ و ﻋﻠﻤﻨﺎ ﻣﺎ ﻳﻨﻔﻌﻨﺎ ﺳﺒﺤﺎﻧﻚ ﺍﻟﻠﻬﻢ و ﺑﺤﻤﺪﻙ أﺷﻬد أن ﻟﺎ ﺇﻟﻪ ﺇﻟﺎ ﺃﻧﺖ ﺃﺳﺘﻐﻔﺮﻙ و ﺃﺗﻮﺏ إليك
Wasalaamu'alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh
Hari, tanggal : Jum'at, 14 Oktober 2016
Pemateri : Ustadzah Afifah
No comments:
Post a Comment