Sikap Bijak Suami dan Istri Ketika Terjadi Musibah: Studi Kasus I dan S - FKDI Indonesia

Wednesday, December 3, 2025

Sikap Bijak Suami dan Istri Ketika Terjadi Musibah: Studi Kasus I dan S

Ketika musibah datang, seperti kecelakaan atau sakit mendadak, keluarga sering diuji oleh situasi yang tidak ideal. Inilah yang dialami oleh pasangan dengan inisial I (istri) dan S (suami).

S mengalami kecelakaan dan sedang dalam masa pemulihan. Pada saat yang sama, I sedang bertugas jauh dari rumah, dan sebelum mengikuti kegiatan tambahan di Bandung, ia hanya memiliki jeda dua hari untuk pulang. Dalam kesempatan tersebut I memang pulang, namun tidak menginap dan kembali ke tempat tugasnya keesokan hari.

Situasi ini menimbulkan pertanyaan: Apa yang seharusnya dilakukan I dan S secara bijak agar hubungan tetap harmonis dan saling memahami?


1. Memahami Situasi yang Sedang Terjadi

Pada kasus ini terdapat dua tekanan besar:

  1. Tekanan terhadap I (istri)

    • Tugas yang jauh dan padat.
    • Jadwal kegiatan tambahan di Bandung.
    • Batasan waktu yang sangat sempit.
    • Beban profesional yang mungkin tidak bisa ditinggalkan.
  2. Tekanan terhadap S (suami)

    • Kondisi fisik lemah pasca kecelakaan.
    • Kebutuhan emosional untuk ditemani, diperhatikan, dan diberi dukungan moral.
    • Rasa sensitif karena kondisi sakit dan kejadian mendadak.

Keduanya sama-sama berada dalam kondisi yang tidak mudah.


2. Apa yang Sebaiknya Dilakukan I (Istri)?

a. Memberikan Prioritas pada Situasi Darurat Keluarga

Dalam kondisi darurat seperti kecelakaan, waktu bersama suami sebenarnya lebih dibutuhkan daripada waktu di kondisi normal.
I sebaiknya memaksimalkan jeda dua hari tersebut untuk:

  • Menghabiskan waktu lebih lama dengan S
  • Menunjukkan dukungan emosional
  • Menginap jika memang memungkinkan secara aturan dan kondisi

Karena kehadiran istri pada saat krisis memiliki dampak psikologis besar bagi suami.

b. Menjelaskan Kondisi Secara Terbuka

Jika I tidak dapat menginap karena:

  • aturan pekerjaan,
  • jarak yang melelahkan,
  • persiapan tugas selanjutnya,
  • keadaan fisik yang tidak memungkinkan,

maka I perlu menyampaikan alasan tersebut secara jujur dan lembut kepada S, agar tidak muncul kesalahpahaman.

c. Tetap Memberikan Dukungan Meski Jarak Jauh

Jika waktu sangat terbatas, I dapat:

  • Mengatur bantuan keluarga untuk menemani S
  • Menyiapkan kebutuhan S sebelum kembali
  • Melakukan komunikasi intens seperti video call
  • Menunjukkan bahwa kepulangannya adalah wujud kepedulian, bukan sekadar formalitas

Ini penting agar S tetap merasakan kehadiran dan perhatian dari I.


3. Apa yang Sebaiknya Dilakukan S (Suami)?

a. Memahami Tekanan Tugas I

S perlu menyadari bahwa I tidak sedang bersantai—ia berada dalam tugas yang terikat aturan dan tuntutan profesional.

Memahami ini akan membuat S lebih tenang dalam menafsirkan tindakan I.

b. Mengungkapkan Perasaan dengan Asertif

S boleh merasa kecewa, sedih, atau ingin ditemani lebih lama.
Namun cara penyampaiannya perlu:

  • Tenang
  • Tidak menyalahkan
  • Fokus pada perasaan, bukan tuduhan

Contoh:

“Aku merasa sangat sendirian kemarin. Andai kamu bisa sedikit lebih lama, mungkin aku merasa lebih kuat.”

Asertif, bukan agresif maupun pasif.

c. Tidak Mengambil Kesimpulan yang Buruk

Jangan langsung berpikir “I tidak peduli”, karena ada banyak kemungkinan yang menjadi beban I, yang mungkin tidak terlihat oleh S.


4. Jalan Tengah yang Ideal Bagi I dan S

Agar hubungan I dan S tetap kuat, keduanya dapat melakukan hal berikut:

✓ ISTRI (I)

  • Hadir dengan lebih empatik ketika pulang di waktu krisis.
  • Menerangkan alasan ketidakmampuan untuk menginap atau tinggal lebih lama.
  • Menunjukkan perhatian yang konsisten meski terhalang jarak.

✓ SUAMI (S)

  • Memahami jadwal dan tekanan kerja I.
  • Menyampaikan kebutuhan emosional secara sehat dan tidak menyudutkan.
  • Menerima bahwa pasangan kadang memiliki keterbatasan yang tidak bisa dihindari.

✓ KEDUANYA

  • Menyusun kesepakatan keluarga tentang apa yang harus dilakukan saat darurat.
  • Memperkuat komunikasi agar tidak ada prasangka.
  • Menempatkan empati sebagai dasar pengambilan keputusan dalam setiap situasi berat.

5. Kesimpulan

Kasus I dan S menunjukkan bahwa konflik tidak selalu terjadi karena ketidakpedulian, tetapi karena benturan antara kebutuhan emosional dan kewajiban pekerjaan.

  • I perlu memperlihatkan empati dan kehadiran yang lebih dalam saat suami sedang sakit, serta berkomunikasi dengan jujur jika benar-benar memiliki keterbatasan.
  • S perlu memahami tekanan tugas istri serta tetap menyampaikan perasaan dengan cara yang sehat.
  • Keduanya perlu membangun kesepahaman dan komunikasi yang jernih, agar setiap musibah bisa menjadi penguat hubungan, bukan sumber jarak.

No comments:

Post a Comment